News
Sejarah Jalan Terus Dikaji Ulang: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak

JAKARTA, pinare.online
– Bak peribahasa "anjing menggonggong, kafilah berlalu", proyek penulisan ulang sejarah Indonesia menuai pro-kontra, bahkan mendapat banyak kritik, namun tetap jalan terus.
Mewakili pemerintah, Menteri Kebudayaan Fadli Zon berpandangan penulisan sejarah memang diperlukan untuk pembaruan mengisi kekosongan selama 26 tahun.
Pasalnya, sejarah disebut seolah berhenti di presiden-presiden terdahulu, seperti Presiden ke-1 RI Soekarno, Presiden ke-2 RI Soeharto, dan Presiden ke-3 RI BJ Habibie.
Selain itu, menurut Fadli Zon, penulisan sejarah ulang ini juga akan melengkapi temuan-temuan arkeologis dan temuan sejarah lainnya, dengan
tone
positif sesuai dengan perspektif Indonesia.
Namun, di sisi lain, publik dan sejumlah fraksi di DPR berpandangan proyek penulisan sejarah ulang ini tertutup dan dilakukan dalam waktu yang terlalu singkat.
Apalagi, pemerintah disebut hanya ingin memasukkan sejarah yang tone-nya positif saja, sehingga kemungkinan akan ada sejarah yang hilang.
Melihat kontroversi dan polemik yang timbul dari penulisan sejarah ulang ini, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pun turun tangan.
Penulisan sejarah ulang didesak disetop
Anggota Komisi X DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengkritik penulisan ulang sejarah.
Anggota Komisi X DPR dari fraksi PKB, Habib Syarief Muhammad meminta penulisan sejarah ulang ditunda. Sebab, menurut dia, proyek tersebut terkesan tertutup dan waktunya terlalu singkat.
"Daripada kontroversial terus berkelanjutan, kami dari fraksi PKB mohon penulisan sejarah ini untuk ditunda. Ya, jelas untuk ditunda. Karena yang pertama terkesan sangat tertutup," kata Habib Syarief dalam rapat kerja dengan Fadli Zon.
Habib Syarief mengungkapkan, dia tidak mendapatkan data lengkap dan penjelasan rinci mengenai siapa saja yang terlibat dalam tim penulisan sejarah, padahal sudah berupaya mencarinya.
Ditambah lagi, dia mengatakan, masalah sosialisasi awal penulisan sejarah ulang yang menurutnya tidak kunjung terlaksana.
"Pak Menteri ketika itu menyampaikan bahwa dalam waktu yang singkat akan dilakukan sosialisasi awal. Sampai hari ini, kita tidak mendengar (ada sosialisasi),” ujarnya.
Selain itu, dia menyoroti soal target penyelesaian penulisan sejarah ulang yang hanya tujuh bulan.
Dalam pandangannya, target tersebut sangat singkat untuk penyusunan sejarah yang kerap memakan waktu puluhan tahun.
"Setelah saya ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang, 7 bulan itu waktu yang sangat singkat, terlalu singkat untuk penulisan sebuah sejarah yang utuh, apalagi mungkin ada kata-kata resmi," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi X dari Fraksi PDI-P, Mercy Chriesty Barends langsung meminta agar penulisan ulang sejarah dihentikan.
Sebab, dia mengaku khawatir jika proyek tersebut diteruskan, justru akan semakin melukai korban yang masih mencari keadilan dan menimbulkan polemik baru di masyarakat.
"Kami percaya ya Pak ya, daripada diteruskan dan berpolemik, mendingan dihentikan. Kalau Bapak mau teruskan, ada banyak yang terluka di sini," ujar Mercy.
Apalagi, menurut dia, ada pernyataan Fadli Zon yang meragukan kebenaran terjadinya pemerkosaan massal 1998.
"Kami sangat berharap permintaan maaf. Mau korbannya perorangan yang jumlahnya banyak, yang Bapak tidak akui itu massal, permintaan maaf tetap penting. Karena korban benar-benar terjadi," katanya.
Mercy lantas mengingatkan bahwa sejarah seharusnya tidak ditulis dengan cara memilih-milih peristiwa yang hendak diangkat.
Sebab, banyak sisi kelam sejarah yang tidak bisa diungkapkan seluruhnya, tetapi tetap menjadi bagian penting dari memori kolektif bangsa.
"Kalau memilih-milih saja mana yang ditulis dan mana yang tidak ditulis, ada banyak kekelaman-kekelaman yang ada di bawah permukaan yang tidak bisa kami ungkapkan satu per satu," ujar Mercy.
Istana pasang badan
Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi menegaskan ada puluhan sejarawan yang dilibatkan dalam proses penulisan ulang sejarah.
Hasan meyakini para sejarawan tersebut tidak akan menggadaikan integritas dan profesionalitasnya. Sebab, banyak pihak mengkritik soal proyek penulisan sejarah yang sedang digagas pemerintah.
"Kita sudah pernah baca belum naskah yang dibuat oleh para sejarawan? Ada puluhan sejarawan profesor, doktor akademisi dari berbagai universitas yang sedang melanjutkan penulisan sejarah," kata Hasan di tayangan YouTube Universitas Al Azhar Indonesia, Senin (30/6/2025).
"Orang-orang ini tidak akan menggadaikan integritas akademik mereka, profesionalitas mereka untuk hal-hal yang tidak diperlukan," tegas Hasan.
Oleh karenanya, ia meminta publik menunggu hasil dari penulisan ulang sejarah tersebut.
Menurutnya, jangan sampai pengerjaan proyek penulisan ulang sejarah justru terburu-buru karena ditekan oleh desakan publik.
"Mau enggak kita menunggu dan memberi waktu? Kan ketergesa-gesaan ini juga bagian dari tekanan media sosial. Orang yang bekerja sekarang itu tidak boleh ditekan-tekan dengan opini media sosial yang terburu-buru karena mereka sedang mengerjakan sesuatu berdasarkan kompetensi dan keahlian mereka," ucap Hasan.
Dia menambahkan pihak yang mengkritik proyek penulisan ulang sejarah juga harus punya kompetensi untuk memberikan penilaian.
"Kita yang mengkritik ini juga harus tahu diri nih, kita punya kompetensi dan literatur profesionalitas dalam menilai sebuah tulisan sejarah apa tidak," kata dia.
Selain itu, ia menyorot tidak semua kejadian sejarah dapat ditulis.
Hasan mencontohkan soal pekerja seks komersil (PSK) bagi tentara Jepang saat di masa penjajahan.
"Dan tulisan sejarah tidak mungkin merangkum seluruh kejadian. Ada enggak dalam tulisan sejarah Indonesia yang pernah ditulis bahwa kita dulu di masa Jepang, pimpinan putra menyediakan PSK terhadap tentara Jepang," ungkapnya.
"Ada nggak ditulis dalam sejarah kita, kejadian nggak? Kejadian, PSK dibawa dari Karawang kok. Tapi dalam sejarah kita ditulis nggak itu?" lanjut Hasan.
Menurut Hasan, para sejarawan tentu punya pertimbangan dalam menyusun ulang sejarah Indonesia.
"Jadi, penulisan sejarah pasti ada pertimbangan mata. Ada kebutuhan kita sebagai sebuah bangsa untuk mempelajari sejarah ini, untuk apa? Memetik pelajaran di masa lalu dan untuk membesarkan bangsa kita di masa yang akan datang," ujarnya.
Uji Publik di 3 Universitas
Menbud Fadli Zon mengatakan saat ini uji publik terhadap penulisan ulang sejarah Indonesia telah dimulai di DPR dan sejumlah universitas.
“Uji publiknya bulan Juli ini, tapi teman-teman DPR kemarin sudah mulai, di Universitas Andalas, Universitas Diponegoro, di Universitas Hasanuddin,” ujar Fadli Zon saat ditemui di acara Pagelaran Wayang di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/7/2025) lalu.
Fadli mengatakan, proses uji publik yang kini dilakukan berjalan lancar, tidak ada masalah. “Enggak ada masalah,” katanya.
Dasco bergerak
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan DPR akan menugaskan tim untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan Kementerian Budaya.
Menurutnya, penugasan tim itu untuk memastikan sejarah ditulis ulang dengan baik.
Dasco memaparkan, pembentukan tim ini dilakukan setelah berkonsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani dan para pimpinan DPR lainnya.
"Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama pimpinan DPR lainnya, maka DPR akan membentuk, menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan DPR RI," ujar Dasco, Sabtu (5/7/2025).
Dasco menjelaskan, tim yang diturunkan terdiri dari Komisi III DPR dan Komisi X DPR.
Dia menekankan, alat kelengkapan dewan yang diterjunkan ke dalam tim itu dipastikan bakal bekerja secara profesional.
"Yang terdiri dari komisi hukum, Komisi III dan komisi pendidikan dan kebudayaan, Komisi X untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan," tuturnya.
Sementara itu, Dasco berharap, dengan supervisi ini, penulisan ulang sejarah yang digagas Kementerian Kebudayaan tidak lagi menjadi polemik.
"Sehingga hal-hal yang menjadi kontroversi itu akan menjadi perhatian khusus oleh tim ini dalam melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan tim yang dibentuk oleh Kementerian Kebudayaan," imbuh Dasco.
Sosialberitafuture
