News
Program Kerja Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie: Masyarakat Diminta Perhatikan Darurat Sampah

pinare.online
Inilah program kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang Selatan, Banten, Benyamin Davnie dan Pilar Saga Ichsan.
Pasangan Benyamin Davnie dan Pilar Saga Ichsan telah mulai pemerintahannya dengan menerapkan sejumlah program-program unggulan.
Mereka juga telah melewati masa 100 hari pertama masa kerjanya.
Di antara sederet tantangan kota, satu persoalan yang mencuat dan mendesak untuk ditangani adalah krisis sampah dengan produksi harian yang mencapai 1.000 ton dan kapasitas pengelolaan yang jauh dari cukup.
Berikut wawancara ekslusif manager peliputan TribunTangerang.com, Eko Priyono bersama wali kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Kamis (3/7/2024).
Pak Wali, kita tahu salah satu tantangan berat di Tangsel adalah persoalan sampah. Bisa dijelaskan situasi terkininya?
Iya, saat ini Tangsel memproduksi sekitar 1.000 ton sampah per hari, sementara kapasitas pengelolaan kita hanya sekitar 300 ton. Jadi sisanya itu masih belum tertangani secara maksimal. TPA yang kita punya di Cipeucang di Serpong lahannya terbatas, dan itu sudah ada sejak Tangsel belum terbentuk sebagai kota. Jadi ini krisis yang terus berjalan.
Apa langkah jangka panjang yang disiapkan Pemkot?
Langkah strategis kami adalah beralih ke PSEL (Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik). Ini mandat dari Perpres 35 Tahun 2018, dan kami termasuk satu dari 12 kota di Indonesia yang masuk program ini.
Tahun 2023 kemarin, kami selesaikan proses lelang internasional, dan sekarang sudah ada pemenang tender. Targetnya, akhir 2026 atau awal 2027 PSEL ini bisa mulai beroperasi.
Sistemnya menggunakan insinerator (bukan RDF), dengan suhu pembakaran tinggi agar bisa mengolah 1.000 ton per hari, plus tambahan 100 ton sampah lama.
Mengapa memilih insinerator, bukan RDF?
Karena RDF (Refuse Derived Fuel) kapasitasnya kecil, dan ada ekses lingkungan dari residunya. Kami perlu solusi yang lebih radikal, sistem insinerasi menyeluruh. Ini bukan pilihan murah, tapi kalau tidak begitu, sampah akan terus menumpuk.
Tapi proyek ini butuh waktu. Sembari menunggu PSEL, apa langkah jangka pendek?
Beberapa hal yang sudah kami dorong di TPA Cipecang, hanya ada sekitar 5.000 – 6.000 m2; lahan yang masih bisa dipakai. Itu pun hanya penyangga darurat.
Kami hidupkan kembali Bank Sampah dan TPST 3R. Ada sekitar 300-an unit yang beroperasi. Tapi daya serapnya kecil, hanya 20–30 ton per hari.
Contohnya, saya coba dorong warga bikin kolam lele skala rumah tangga. Jadi sisa makanan bisa dialihkan ke pakan lele.
Dalam 3 bulan, lele bisa dipanen. Selain itu, ada budidaya maggot (larva BSF), yang bisa mempercepat penguraian sampah organik. Kami juga bantu masyarakat yang punya inisiatif kreatif mengolah sampah plastik jadi papan bangunan.
Apakah ada kerja sama juga dengan institusi lain?
Dari Bali dan Sleman, ada alat pencacah sampah plastik yang bisa ubah jadi bahan bakar.
Persatuan Insinyur Indonesia menawarkan insinerator mini (5-10 ton per hari). Saya masih tunggu prototipenya. BRIN bantu kami dengan penyemprotan anti-bau dan riset pengelolaan lindi.
Sanitary landfill kami jajaki kerja sama dengan Kabupaten Pandeglang. Karena ke Kabupaten Tangerang tidak memungkinkan, bahkan beberapa lokasi seperti Nambo dan Cibinong di Jawa Barat tidak bisa diakses karena masalah regulasi dan kapasitas.
Apa tantangan paling berat dari semua ini?
Pertama, lahan terbatas. Tangsel kota padat, dan tanah makin mahal. Tidak mudah cari lokasi baru untuk TPA atau TPST.
Kedua, partisipasi warga belum maksimal. Meski program rumah tangga berjalan, belum masif. Masih banyak yang buang sampah campur tanpa pilah.
Artinya pendekatan dari hulu sampai hilir, kami fokuskan PSEL sebagai solusi hilir, tapi hulu-nya juga harus kuat. Kalau sampah organik bisa dikurangi dari rumah, maka beban di hilir akan jauh berkurang.
Apa imbauan Pak Wali ke warga Tangsel?
Saya harap masyarakat bisa lebih peduli. Mulai dari hal kecil, pisahkan sampah di rumah, manfaatkan sisa makanan, gabung bank sampah, eksperimen dengan kolam lele atau maggot.
Sampah bukan cuma urusan pemerintah, tapi urusan kita semua. Kalau kita kerja sama, saya yakin krisis ini bisa ditangani.
(TribunNewsmaker/
TribunTangerang
)
Sosialberitafuture
