Connect with us

News

LIPSUS: 10 Rumah Sakit di NTT Tak Memenuhi Standar Pelayanan

LIPSUS: 10 Rumah Sakit di NTT Tak Memenuhi Standar Pelayanan


pinare.online, KUPANG

– Sebanyak 10 rumah sakit di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak memenuhi standar pelayanan.

Informasi yang beredar para pengurus Persi dan TS Direktur Rumah Sakit wilayah NTT mengikuti zoom menindaklanjuti surat dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tanggal 13 Juni 2025 perihal Review Kelas Rumah Sakit Tahun 2025.

Ada 10 rumah sakit yang belum memenuhi standar, yakni RS Antonius Jopu, SL Lende Moripa, RS Jiwa Naimata, RSUD Sabu Raijua, RSUD TC Hillers (kelas C-tidak sesuai), RS  St. Elisabeth Lela, RS St. Gabriel Kewapante (kelas D-Tidak sesuai), RS Bukit Lewoleba (kelas D-tidak sesuai), RS St. Damian Lewoleba (kelas D-Sesuai), dan RSUD dr. Hendrikus Fernandes Larantuka (kelas C-tidak sesuai).

Penilaian tersebut berdasarkan hasil review Kementerian Kesehatan dan rekredensialing Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tahun 2024.

RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka di Kabupaten Flores Timur, harus turun kelas dari C ke D.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka, Gregorius Koten, kepada Pos Kupang, Minggu (6/7), mengatakan, surat Kemenkes RI Nomor YR.02.01/DJ/2470/2025 terbit sejak tanggal 13 Juni 2025.

Surat tersebut, kata Gregorius, ditujukan ke BPJS Kesehatan dengan hasil review kelas bagi 545 rumah sakit, di antaranya 371 rumah sakit sesuai standar serta 174 rumah sakit tidak sesuai standar.

"Untuk wilayah kerja BPJS Cabang Maumere terdapat enam rumah sakit yang direview, yaitu RSUD dr.Hendrikus Fernandez Larantuka, RSUD dr. TC Hillers Maumere, RS Santa Elisabet Lela, RS St.Gabriel Kewapante, RS.St. Damian Lewoleba dan RS. Bukit Lewoleba," katanya.

Gregorius mengatakan, dari enam rumah sakit wilayah kerja BPJS Cabang Maumere, ada lima rumah sakit yang tidak sesuai dan satu rumah sakit dinilai sesuai, yaitu RS Santo Damian Lewoleba pada kelas D sesuai.

"Dari hasil ini maka kelima rumah sakit yang tidak sesuai akan turun kelas dimana rumah sakit kelas C turun ke kelas D dan rumah sakit kelas D turun ke kelas D Pratama," ungkapnya.

Gregorius mengatakan, penurunan kelas ini berdasarkan kredensial BPJS Kesehatan pada akhir tahun 2024, sesuai dengan jumlah total tempat tidur perawatan di rumah sakit, yang mana sesuai standar ruangan intensive care harusnya minimal 12 tempat tidur yang terdiri dari ruang NICU  lima tempat tidur dan ruang ICU lima tempat tidur.

"RSUD Larantuka ruangan ICU hanya empat tempat tidur. Atas temuan ini pihak manajemen sudah melakukan perombakan ruangan ICU sehingga dapat menambah tiga tempat tidur lagi, dan hal ini sudah kami lakukan dan sudah dilaporkan ke Dinas Kesehatan NTT," ujarnya.

Gregorius memastikan, meski statusnya sudah turun, namun pelayanan diupayakan tetap berjalan maksimal.

"Tetap diberikan pelayanan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada di rumah sakit. Yang berpengaruh terhadap penurunan kelas ini adalah terhadap besaran klaim ke BPJS kesehatan dimana jika suatu tindakan pelayanan maka klaim dengan kelas C nilainya lebih besar dari klaim kelas D rumah sakit tersebut," ujarnya.

Gregorius menyebut manajemen RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka melakukan komunikasi dengan dinas kesehatan baik kabupaten dan provinsi, kemudian bersurat langsung ke Kemenkes RI.

"Dengan demikian akan mempengaruhi target pendapatan rumah sakit. Sehigga, kami sampaikan bahwa pelayanan di RSUD dr.Hendrikus Fernandez Larantuka tidak berubah atau tidak berkurang," tandasnya.

Berhubung surat izin operasional berakhir pada Desember, maka pihaknya sedang menyiapkan semua dokumen perpanjangan. "Kami akan ajukan visitasi ke Dinkes Provinsi NTT untuk melakukan penilaian kembali untuk izin operasional dan penetapan kelas rumah sakit berdasarkan hasil visitasi," tuturnya.

Rumah Sakit Santo Gabriel Kewapante di Kabupaten Sikka, juga masuk dalam daftar rumah sakit yang tidak sesuai standar pelayanan berdasarkan hasil review kelas rumah sakit oleh Kementerian Kesehatan tahun 2025.

Direktur Rumah Sakit St. Gabriel Kewapante, dr. Joan Puspita Tanumihardja, kepada Pos Kupang, Minggu (6/7), mengatakan, Persatuan Rumah Sakit Indonesia Daerah (Persida) NTT telah menindaklanjuti surat dari Kemenkes untuk masing-masing rumah sakit melakukan klarifikasi.

"Tanggal 4 Juli kemarin Persida NTT menginisiasi zoom meet untuk klarifikasi per rumah sakit termasuk RS St. Gabriel Kewapante. Setelah klarifikasi masing-masing RS mengupdate kembali data di aplikasi RS Online yang dijadikan dasar data untuk review kelas tersebut," katanya.

Dia mengakui, RS St. Gabriel Kewapante memang masih kekurangan tempat tidur untuk perawatan intensif. Pihak rumah sakit tengah melakukan pemenuhan standar layanan.

Namun, dr.Joan, mengungkapkan ketidaksesuaian kelas masih multitafsir, penuruanan tipe kelas rumah sakit atau penurunan tipe pembayaran BPJS.

"Ini juga masih multitafsir apakah akan dilanjutkan dengan penurunan tipe kelas RS atau penurunan tipe klaim pembayaran BPJS. Namun, sampai saat ini untuk aplikasi klaim BPJS di RS St Gabriel Kewapante masih dapat diakses seperti biasa," pungkasnya.(kan)


Minta Evaluasi

WAKIL Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT, Agustinus Nahak, Minggu (6/7), mengatakan, sebenarnya terjadi banyak parameter. Terutama penilaian pada tahun 2024.

“Saya minta ke DPRD dan Bupati agar duduk bersama. Tidak bisa Direktur RS di kasih beban sendiri," kata Agus Nahak.

Politikus Golkar ini, mengatakan, sekalipun selama ini pertanggungjawaban lebih banyak dari Direktur RS, tapi berbagai aspek penilaian merupakan akumulasi dari sejumlah sektor yang memerlukan dukungan dari Pemerintah maupun DPRD.

Agus Nahak mengatakan, parameter itu termasuk manajemen hingga sarana prasarana. Misalnya saja dari aspek sarana prasarana, pasti membutuhkan dukungan dari Pemerintah maupun para pihak.

DPRD dan kepala daerah, kata dia, perlu menyikapi ini secara serius. Masalah kesehatan memang tidak kelihatan hasilnya. Berbeda dengan pengerjaan suatu proyek fisik.

"Bupati dan DPRD jangan anggap remeh kesehatan. Ini rumah sakit juga kan tambah pendapatan asli daerah (PAD)," ujarnya.

Agus Nahak menjelaskan, masalah ini memang harus mendapat perhatian serius. Evaluasi menjadi jalan tengah untuk mengurai hal ini. Berbagai komponen yang kurang agar segera diisi.

"Harus segera evaluasi menyeluruh ini. Pelayanan kesehatan ini tidak bisa kasih turun standar. Harus lebih bagus lagi," ujarnya.

Evaluasi, menurut dia, penting agar menjadi perbaikan bagi setiap rumah sakit. DPRD dan Bupati harus hadir dan menjembatani persoalan ini agar tidak memberi dampak buruk ke masyarakat.

"Misalnya dulu tipe C sekarang tipe D, maka duduk bersama. Apa yang kurang, kalau sarana prasarana, dilengkapi, kalau manajemen ya diperbaiki," katanya.

Agus Nahak menambahkan, meminta semua RS di NTT agar melihat hasil review itu sebagai bahan evaluasi. Bagi dia, keseriusan untuk memperbaiki pelayanan merupakan kunci utama RS memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

Aspek kesehatan, ujar dia, adalah hal penting untuk masyarakat. Warga yang di memiliki BPJS kesehatan ingin adanya layanan kesehatan terbaik dari RS. Sehingga, rekomendasi perbaikan dari para pihak ini sangat penting.

Dia menyebut, kalau hasil review itu tidak ditanggapi serius maka bisa menyebabkan masalah baru. Bagi warga yang hendak berobat tentu akan kesulitan. Terutama dari sisi pengeluaran yang akan membengkak.

Sementara Ketua DPRD Kabupaten Sikka, Stefanus Sumandi, mengatakan, persoalan utama yang menyebabkan penilaian ‘tidak sesuai’ adalah kekurangan tempat tidur pada ruang perawatan intensif, seperti Intensive Care Unit (ICU).

"Sebenarnya tidak ada masalah untuk Rumah Sakit Umum dr. TC Hillers Maumere, karena sebenarnya di situ, hasil review dari BPJS itu, bahwa kita kekurangan tempat tidur untuk ruangan yang membutuhkan pelayanan intensif, sebagai misal di ICU," kata Stef Sumandi kepada Pos Kupang saat dihubungi melalui panggilan WhatsApp, Sabtu (5/7).

Padahal, menurut politisi PDIP itu, gedung Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD TC Hillers Maumere memiliki tiga lantai, tetapi hanya lantai pertama yang dimanfaatkan. Sementara lantai dua dan tiga masih kosong dan belum digunakan hingga kini.

"Hemat saya, tinggal dua ruangan, dua lantai pada IGD itu tinggal ditingkatkan, dimanfaatkan sebagai ruangan untuk perawatan intensif itu," ujarnya.

Menurut Stefanus, pemanfaatan ruang kosong di lantai dua dan tiga IGD bisa menjadi solusi praktis untuk menambah jumlah tempat tidur perawatan intensif.

Dengan langkah tersebut, pihak rumah sakit diharapkan dapat memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan dan Kemenkes, serta mengembalikan status rumah sakit seperti semula.

"Memang ini berpengaruh terhadap pendapatan rumah sakit. Rumah sakit yang saat ini dengan pendapatan Rp 50 miliar hingga Rp 60 miliar per tahun pun, di rumah sakit itu sendiri berbagai macam fasilitas yang seharusnya ditambahkan sampai hari ini belum mencukupi, apalagi kalau ke depan dengan penurunan kelas ini maka klaim BPJS pun ikut menurun," ungkapnya.

Karena itu, Stef Sumandi mendorong pemerintah daerah untuk segera mengevaluasi dan memanfaatkan ruangan-ruangan kosong di IGD RSUD TC Hillers Maumere tersebut, agar tidak berdampak negatif terhadap akses dan kualitas layanan kesehatan masyarakat di masa mendatang.

"Saya sarankan kepada pemerintah untuk menelaah atau mengkaji ruangan-ruangan pada lantai dua dan lantai tiga itu," pungkasnya.

(moa)


Ombudsman NTT : Beri Sanksi Tegas

KEPALA Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, melalui pesan WhatsApp, Sabtu (5/7), menanggapi review Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terkait penurunan status umah sakit. Ia menyebut hal ini sebagai momentum penting untuk mendorong perbaikan mutu layanan kesehatan di daerah.

Ia menjelaskan, setiap tahun BPJS Kesehatan melakukan rekredensialing untuk melihat kepatuhan pemenuhan standar rumah sakit yang akan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

"Apa yang terjadi saat ini adalah review dari Kementerian Kesehatan dengan melihat juga laporan rekrensialing dari BPJS kesehatan tahun 2024," kata Darius.

Menurut Darius, penurunan kelas beberapa rumah sakit di Flores dan Lembata itu terjadi karena belum terpenuhinya sejumlah instrumen standar pelayanan untuk kategori Rumah Sakit Kelas C.

Ia menilai hal ini sebagai langkah positif untuk perbaikan sistem pelayanan kesehatan, sekaligus menjadi dorongan bagi pemerintah daerah sebagai pemilik rumah sakit untuk serius memenuhi seluruh standar yang ditetapkan.

Darius menegaskan, selama ini tidak sedikit RSUD di NTT yang disebut Kelas C, tetapi dari sisi sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, justru hanya setara dengan Kelas D.

"Ini juga berdampak pada pembayaran klaim oleh BPJS. Karena kelas RS memengaruhi besaran klaim. Kita dilayani RS yang serba minim sarpras dan SDM, tetapi dibayar BPJS seolah-olah lengkap semuanya. Ini merugikan pasien dan BPJS," jelasnya.

Untuk itu, ia mendorong agar Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan bersikap tegas terhadap rumah sakit yang tidak mematuhi standar.

Sanksi tegas, termasuk penghentian kerja sama, menurut Darius penting dilakukan untuk melindungi hak pasien dan mencegah penyalahgunaan sistem.

"Sekali-sekali Kemenkes dan BPJS harus tegas memberi sanksi kepada RS termasuk penghentian kerja sama jika RS tidak bisa memenuhi standar layanan yang diminta. Itu merugikan pasien. Ini juga mencegah moral hazard yang diduga banyak dilakukan RS kita," katanya.

Darius mencontohkan kasus di Kota Kupang beberapa tahun lalu, ketika Ombudsman NTT meminta BPJS menghentikan kerja sama dengan RS Siloam karena tidak memenuhi standar.

Langkah tegas BPJS saat itu, kata Darius, membuahkan hasil karena RS Siloam akhirnya memenuhi seluruh ketentuan yang diminta.

"Kepala BPJS saat itu berani melakukan penghentian kerja sama hingga RS Siloam benar-benar mematuhi semua standar yang diminta," ujarnya.

Ombudsman berharap evaluasi semacam ini terus dilakukan secara berkala untuk memastikan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan sesuai regulasi demi kepentingan masyarakat.

(moa)


Ikuti Berita pinare.onlinelainnya di
GOOGLE NEWS

Sosialberitafuture

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *