Connect with us

News

IHSG Koreksi 0,47% Seminggu, Diprediksi Naik ke 6.815–6.970 Pekan Ini


pinare.online

– Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Imam Gunadi menegaskan IHSG diprediksi menguat setelah satu pekan terakhir mengalami koreksi sebesar -0,47 persen dengan outflow sebesar Rp2 triliun.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan akan bergerak bervariasi cenderung menguat pada pekan ini dengan support 6815 dan resistance 6970 di tengah penantian rilis hasil negosiasi AS dengan negara mitra dagang di tanggal 9 Juli nanti yang kemungkinan akan memberikan hasil positif.

"Kami melihat pasar saat ini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada optimisme dari potensi meredanya perang dagang. Di sisi lain, ada risiko dari kebijakan utang dan suku bunga AS," kata Imam Gunadi dalam analisisnya, Senin (7/7).

"Bagi investor yang cermat, kondisi seperti inilah yang justru melahirkan peluang terbaik, terutama jika fokus pada sektor yang memiliki fundamental kuat dan katalis positif jangka panjang," tambahnya.

Lebih lanjut, Imam juga menjelaskan bahwa penurunan kinerja IHSG dipengaruhi oleh sentimen global dan juga domestik, seperti data PMI Manufaktur dari Tiongkok, AS dan Indonesia.

Menurutnya, Tiongkok NBS Manufacturing PMI tercatat membaik dari bulan sebelumnya di level 47,5 ke level 49,7 di Juni 2025. Variabel yang membuat PMI Manufaktur Tiongkok membaik adalah naiknya “new order” ke 50,2 dari level kontraksinya di level 49,8.

Selain itu, output juga naik ke 51 dari dibanding bulan sebelumnya 50,7 poin. Aktivitas pembelian naik untuk pertama kalinya dari bulan Maret bahkan kembali ke level ekspansif-nya. Adapun variable lainnya, mayoritas masih berada di area kontraksi. Meski begitu dapat dilihat bahwa ada perbaikan aktivitas manufaktur setelah diadakannya pertemuan di London.

Imam menambahkan aktivitas manufaktur AS yang dicerminkan pada data ISM Manufacturing PMI juga mengalami perbaikan di beberapa komponen atau variabel, misalnya produksi naik signifikan ke 50,3 dari 45,4 di Mei, inventory membaik 46,7 ke 49,2. Kedua variable ini menggambarkan bahwa ada kemungkinan aktivitas import dari Tiongkok mulai membaik setelah negosiasi di London.

Meski begitu, komponen lain misalnya dari demand atau new orders semakin terkontraksi ke level 46,4. Namun, di tengah aktivitas manufaktur membaik baik dari AS maupun Tiongkok, PMI Manufaktur Indonesia justru turun ke 46,9 dari 47,4 di Mei.

"Permintaan baru turun tajam, terutama dari pasar domestik, menyebabkan penurunan output, pembelian bahan baku, dan ketenagakerjaan, dengan penurunan tenaga kerja terdalam dalam hampir empat tahun," jelas Imam.

Ia membeberkan, turunnya aktivitas manufaktur di Indonesia tidak terlepas dari kondisi ekonomi global yang masih dibayangi oleh ketidakpastian khususnya terkait kebijakan tarif Trump. "Para eksekutif juga kemungkinan masih menunggu hasil negosiasi di tanggal 9 Juli nanti sebelum bertindak apakah harus ekspansif atau harus defensif," bebernya.

Sedangkan jika melihat data lainnya, dalam hal ini inflasi, terlihat bahwa adanya perbaikan daya beli, inflasi naik ke level 1,87 persen (yoy) dari Mei 2025 yang berada di angka 1,6 persen, serta berada di atas konsensus 1,83 persen.

"Naiknya inflasi ini dipengaruhi oleh kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan andil inflasi 0,59 persen. Komoditas penyumbang utama inflasi pada kelompok ini adalah emas perhiasan," pungkasnya.

Ekonomiberitafuture

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *