Fabio Quartararo Dengar Penyesalan Vinales yang Tolak Ducati, Percaya Yamaha

pinare.onlinePembalap Red Bull KTM Tech3, Maverick Vinales, belum lama ini berbagi kisah tentang salah satu penyesalannya yang pernah menolak Ducati.
Kisah itu dibagikan Vinales dalam wawancara bersama media Spanyol, Diario AS.
Seiring dengan melejitnya Ducati di kelas MotoGP dalam beberapa tahun terakhir, Vinales yang saat ini jadi rider terbaik di skuad KTM pada MotoGP 2025, juga disinggung tentang masa lalunya.
Pembalap berjulukan Top Gun itu ingat betul bahwa dia pernah ada di masa-masa ketika Ducati sedang mulai bergeliat.
Kisaran tahun 2018-2020.
Vinales yang dikenal sebagai pembalap yang berani berpetualang dari satu tim ke tim lainnya, debut di MotoGP pada musim 2015.
Semenjak itu dia sudah mulai berpetualang dari satu tim ke tim lainnya.
Tercatat ada empat tim yang sudah dibela pembalap asal Spanyol itu yaitu Suzuki, Yamaha, Aprilia, dan sekarang KTM.
Vinales bahkan masih jadi satu-satunya pembalap MotoGP yang mampu meraih kemenangan dengan tiga pabrikan berbeda (Suzuki-Yamaha-Aprilia).
Dalam perjalanan kariernya, ada satu momen yang sampai sekarang paling disesali Vinales.
Dia pernah menolak Ducati.
Penolakan itu terjadi di musim 2018 saat dia masih memperkuat Monster Energy Yamaha.
"Ya, dan itu yang paling saya sesali selama karier saya," kata Maverick Vinales kepada AS.
"Pada tahun 2018, saya mendapat tawaran di tim utama Ducati untuk musim 2019 dan 2020 sebagai rekan setim Dovizioso," jelasnya.
Vinales ditawari untuk menjadi rekan setim Andrea Dovizioso namun memilih untuk bertahan di Yamaha karena orang-orang di pabrikan Iwata memintanya untuk bertahan.
Padahal, sebenarnya dia sudah hampir mengiyakan tawaran menggiurkan tersebut.
"Mereka (Ducati) meyakinkan saya," kata Vinales.
"Saya sangat yakin untuk bergabung dengan Ducati, tetapi tim yang sedang bekerja sama dengan saya untuk tetap di Yamaha, dan mencoba menang di sana."
"Tentu saja, itu kesalahan total. Kesalahan total," kata Vinales mengulangi.
Penyesalan yang dimaksud Vinales tidak lepas dari fenomena cemerlangnya Ducati dalam tiga atau empat tahun terakhir.
Mereka tumbuh semakin kuat dengan kehadiran Francesco Bagnaia yang merengkuh dua gelar juara dunia.
Kemudian ditimpali prestasi Jorge Martin yang walau menang di tim satelit Prima Pramac, dia tetap memakain motor yang sama dengan pabrikan utama.
Adapun tahun ini di MotoGP 2025, Ducati semakin tak tergoyahkan berkat Marc Marquez yang telah tembus dengan 307 poin di puncak klasemen.
Marquez meraih 15 kemenangan sprint dan balapan utama ditambah dua kali podium.
Sementara itu di sisi Vinales, penyesalan itu makin dalam karena masa lalu dengan Yamaha yang malah berakhir kurang baik.
Hubungan kedua belah pihak memburuk pada 2021, Vinales sempat mendapatkan tekanan dari internal tim hingga kontraknya berakhir sebelum waktunya dan membuatnya merugi 17 juta euro (sekitar 323 miliar rupiah) untuk durasi dua tahun.
Fenomena Vinales yang memilih percaya dan bertahan di Yamaha bisa menjadi pembelajaran bagi Fabio Quartararo.
Quartararo juga bisa jadi sedang dalam kebimbangan di tengah ketidakpastian tingkat kompetitif motor pabrikan berlogo garpu tala.
Setahun terakhir dia terus mendapat janji manis, termasuk karena kehadiran sejumlah teknisi Eropa.
Namun hasilnya masih belum kelihatan. Musim ini El Diablo meraih empat kali pole position, tetapi tak satupun berakhir podium atau kemenangan.
Quartararo terakhir kali kompetitif bersama Yamaha pada 2022, setelah itu dari tahun 2023 sampai saat ini, dia selalu kalah saing dengan rider-rider Ducati.
Olahragaberitafuture
