News
Polresta Tanjungpinang Siapkan Sarana Pengaduan Korban Mafia Tanah

pinare.online
–Kepolisian Resor Kota (Polresta) Tanjungpinang membuat sarana pengaduan bagi masyarakat. Hal itu sebagai mitigasi agar tak ada lagi masyarakat yang menjadi korban mafia tanah.
Sebanyak 247 pemohon yang tersebar di Kota Tanjungpinang, Bintan, dan Batam menjadi korban penipuan sertifikat palsu yang diungkap Satgas Antimafia Tanah Polresta Tanjungpinang bersama Polda Kepri.
”Kami berkolaborasi dengan BPN membuat mitigasi pengaduan masyarakat yang apabila masih ada yang ditipu dan dirugikan, silakan melapor ke kami, Satgas Mafia Tanah, kepolisian, pemerintah daerah juga, kemudian ke BPN,” kata Kapolresta Tanjungpinang Kombespol Hamam Wahyudi seperti dilansir dari
Antara
di Batam, Minggu (6/7).
Hamam menyebut, setelah menangkap tujuh pelaku penipuan sertifikat tanah yang korbannya tersebar di Tanjungpinang, Bintan, dan Batam, pihaknya masih terus mengembangkan penyidikan untuk menelusuri pelaku dan korban lainnya.
Ketujuh pelaku, yakni ES, RAZ, MR, ZA, LL, KS, dan AY. Pelaku RAZ yang tinggal di Jakarta, berperan sebagai pembuat sertifikat palsu, termasuk aplikasi dan situs palsu menyerupai BPN. Penyidik mendalami, apakah RAZ juga melayani pembuatan sertifikat palsu selain di Kepri.
”Kemungkinan itu masih terus kami dalami, termasuk korban, apakah ada kemungkinan di daerah lain di luar tiga wilayah tadi,” ujar Hamam Wahyudi.
Ketujuh pelaku telah menjalani aksinya sejak 2023 hingga Juni 2025, sebanyak 247 pemohon menjadi korban, dengan nilai kerugian mencapai Rp 16,84 miliar. Menurut Kasatreskrim Polresta Tanjungpinang AKP Agung Tri Poerbowo, ketujuh pelaku tidak memiliki pengalaman bekerja di BPN dan tidak ada keterkaitan dengan internal BPN.
Dalam menjalankan aksinya, pelaku menjaring korban melalui media sosial, dan kenalan ke kenalan. Sehingga korban tidak ke kantor BPN ketika memohon pembuatan sertifikat.
Kemudian cara pelaku mendapatkan tanah untuk dijual, yakni memanfaatkan keanggotaan pelaku sebagai organisasi masyarakat (ormas) LKPK, menduduki tanah negara, lalu dikuasai dan diperjualbelikan secara ilegal.
”Ada beberapa modus yang dilakukan, ada yang menguasai lahan dulu, mengklaim, menyampaikan lahan dalam pengawasan mereka, lalu ditawarkan ke pembeli,” terang Agung.
Tapi ada juga masyarakat yang memiliki lahan, lalu meminta tolong kepada pelaku untuk dibuatkan sertifikat tanah.
Sementara itu, guna mencegah korban berulang, Kanwil BPN Kepri mengimbau masyarakat untuk melakukan pengurusan administrasi pertanahan dengan datang langsung ke kantor BPN terdekat.
”Kami mengimbau kepada pemohon supaya permohonannya (sertifikat) dilakukan di kantor BPN, jangan melalui yang lain,” kata Kepala Kanwil BPN Kepri Nurus Sholichin di Mapolda Kepri, Kamis (3/7).
Dalam kasus ini, penyidik menyita barang bukti 44 sertifikat dan dokumen lainnya dengan rincian, di Kota Batam sebanyak 10 sertifikat elektronik diduga palsu terdiri atas 2 SHGU elektronik, 1 SHGU analog, 5 SHGB elektronik dan 2 SHGB analog. Selain itu, dua dokumen berupa gambar peta Lokasi, 12 dokumen berupa faktur tagihan uang wajib tahunan (UTW) BP Batam, dua dokumen kop BP Batam, dan tiga lembar kertas kuning seolah-olah bukti pembayaran UWT dari bank.
Lalu di Kota Tanjungpinang 17 SHM analog, 47 bundel surat permohonan dengan fotokopi KTP, 18 fotokopi sertifikat hak milik, 20 rangkap formulir kosong perihal permohonan kepada pemilik. Di Kota Bintan, terdapat 3 SHM elektronik, 14 SHM analog.
Sosialberitafuture
