Connect with us

Wanita Jambi Terseret Kasus Kematian Polisi di NTB, Tulang Punggung Keluarga


pinare.online, LOMBOK

– Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus meninggalnya Brigadir Nurhadi yang terjadi di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, pada April 2025.

Ketiganya adalah seorang wanita berinisial M dan dua mantan personel Propam Polda NTB, yakni Kompol I Made Yogi Purusa (IMYPU) dan Ipda Haris Chandra (HC).

Meski demikian, saat ini hanya M yang telah ditahan oleh pihak kepolisian.

Sementara dua perwira polisi tersebut belum menjalani penahanan, meski sudah menyandang status tersangka.

Ketiga orang ini dijerat Pasal 351 dan 359 KUHP yang berkaitan dengan tindak pidana penganiayaan dan kelalaian hingga menyebabkan kematian, dengan ancaman pidana maksimal lima tahun penjara.

Penetapan status hukum mereka dilakukan pada 17 Juni 2025. Proses hukum telah berjalan dengan dilimpahkannya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan.

Direktur Reskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, mengungkapkan bahwa penahanan terhadap M dilakukan karena ia berdomisili di luar wilayah NTB, yang dianggap bisa menyulitkan proses pemeriksaan lebih lanjut.

"Jadi kita tahan inisial M untuk memudahkan mengambil keterangan kalau ada petunjuk dari jaksa," kata Syarif, Jumat (4/7/2025).

Sementara itu, dua tersangka lainnya yang merupakan mantan polisi berdomisili di NTB, sehingga penyidik masih menganggap tidak perlu melakukan penahanan karena mereka lebih mudah diakses untuk pemeriksaan.

Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 18 saksi fakta dan 5 saksi ahli, termasuk ahli forensik, ahli poligraf, ahli hukum pidana, ahli parmitologi, serta dokter dari RS Bhayangkara yang pertama kali menangani korban.

Siapa sebenarnya M, wanita asal Jambi ini?

M merupakan wanita asal Jambi yang terseret dalam kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi.

Dari kabar yang beredar, M memang terbang menuju Gili Trawangan atas permintaan Kompol Yogi.

Dia diminta untuk menemani mereka selama satu malam.


Permohonan Penangguhan Penahanan

Perwakilan dari Aliansi Reformasi Polri, Yan Mangandar Putra, menjelaskan bahwa M resmi ditahan pada 1 Juli 2025 berdasarkan surat perintah penahanan nomor: SP.HAN/80/VII/RES.1.6/2025/Ditreskrimum.

Mereka telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada Ditreskrimum Polda NTB.

Jika dikabulkan, M akan dipindahkan ke rumah aman milik UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) NTB.

Yan menilai adanya ketimpangan dalam perlakuan hukum karena dua tersangka lain belum ditahan meskipun sebelumnya telah ditetapkan lebih dulu.

"Kenapa tidak juga ditahan, padahal meskipun mereka sudah dipecat, masih sangat memungkinkan berpotensi untuk menghilangkan barang bukti, memengaruhi saksi dan mengintervensi proses penyidikan yang sedang berlangsung," kata Yan, Kamis (3/7/2025).

Ia juga menyoroti bahwa dua eks polisi itu sebelumnya menjabat posisi penting di Polda NTB.

Yan menyebut kegiatan yang berlangsung di Gili Trawangan—lokasi kejadian—merupakan inisiatif dari Kompol I Made Yogi Purusa.

Adapun M, wanita asal Jambi yang terseret kasus kematian Brigadir Nurhadi, hanya diminta untuk menemaninya selama satu malam.


Sosok M: Tulang Punggung Keluarga dari Jambi

M adalah wanita asal Jambi, yang menurut penuturan Yan, sedang berada di Bali untuk berlibur sebelum kemudian menyeberang ke Lombok untuk bekerja.

Ia diminta oleh Kompol I Made Yogi Purusa untuk menemaninya berlibur di Gili Trawangan, tempat Brigadir Nurhadi akhirnya ditemukan meninggal dunia.

Pada malam kejadian, ada dua perempuan yang berada di lokasi, yakni M dan satu perempuan lain berinisial P yang saat ini berstatus sebagai saksi.

Yan mengungkapkan bahwa M merupakan penopang utama ekonomi keluarganya, termasuk membiayai ibu dan lima saudaranya.

Akibat terlibat dalam kasus ini, M mengalami tekanan mental yang cukup berat dan stres sejak ia mulai ditahan.

"M ini merupakan tulang punggung keluarga, dia membiayai hidup ibunya dan lima saudaranya," kata Yan.

Meski tinggal di luar NTB, selama proses hukum berjalan, M dinilai sangat kooperatif.


Latar Belakang Kasus

Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) merilis hasil penyidikan terkait kasus kematian Brigadir Nurhadi, anggota Propam yang ditemukan meninggal dunia di sebuah vila di Gili Trawangan, Lombok Utara.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menyampaikan bahwa pihaknya telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini.

Dua dari tiga tersangka merupakan anggota polisi aktif, yaitu Kompol YG dan Ipda HC, sementara satu tersangka lainnya adalah seorang perempuan yang juga berada di lokasi kejadian.

Brigadir Nurhadi ditemukan meninggal di Villa Tekek usai menghadiri pesta bersama atasannya dan dua wanita. Menurut penjelasan Kombes Syarif, rombongan itu datang ke Gili Trawangan dalam rangka berlibur.

“Dari penjelasannya yang satu mereka (tersangka dan korban) ke sana (Gili Trawangan) untuk happy-happy dan pesta,” tegas Syarif.

Setibanya di vila tempat pesta berlangsung, Nurhadi diketahui mengonsumsi obat penenang.

Pihak kepolisian mencatat adanya selisih waktu selama satu jam, antara pukul 20.00 hingga 21.00 WITA, di mana tidak terdapat saksi atau rekaman CCTV yang merekam aktivitas di dalam vila.

Polisi menduga kekerasan terhadap korban terjadi dalam rentang waktu tersebut.

“Sehingga space waktu ini patut diduga tempat terjadinya (pencekikan) seperti yang disampaikan seperti hasil ekshumasi karena ada faktor sebelumnya diberikan sesuatu yang seharusnya tidak dikonsumsi tapi dikonsumsi,” kata Syarif.

Dalam penyelidikan, diketahui bahwa sebelum kematiannya, Nurhadi sempat menggoda salah satu wanita yang ikut serta dalam perjalanan tersebut. Wanita itu disebut sebagai teman dari salah satu tersangka.

“Ini dibenarkan oleh saksi yang ada di TKP,” jelas Syarif.

Terkait pengawasan lokasi, Syarif juga menjelaskan bahwa kamera pengawas hanya terdapat di pintu masuk vila, dan pihaknya memastikan tidak ada rekaman yang hilang.

Hasil autopsi terhadap jasad Nurhadi menunjukkan adanya luka akibat pukulan benda tumpul serta indikasi cekikan.

Namun hingga kini, penyidik belum berhasil mengungkap siapa pelaku utama dalam tindak kekerasan tersebut.

“Ini yang masih kami dalami, sampai hari ini kita belum dapatkan pengakuan,” kata Syarif.

Ia juga menegaskan bahwa para tersangka bukan orang sembarangan dalam institusi kepolisian.

Keduanya merupakan mantan kepala satuan di bidang narkoba dan reserse kriminal, sehingga penanganan kasus dilakukan dengan ekstra hati-hati.

"Kita profesional dan kita lakukan ini secara hati-hati karena yang kita hadapi bukan orang biasa, mantan Kasat Narkoba dan mantan Kasat Reskrim," terang Syarif, dikutip dari TribunLombok.com.

Tiga tersangka dijerat dengan pasal 351 ayat 3 dan/atau pasal 359 KUHP junto pasal 55, terkait tindak penganiayaan yang menyebabkan kematian dan keterlibatan lebih dari satu pihak.

Untuk menggali lebih dalam, penyidik mendatangkan ahli poligraf dari Labfor Polda Bali.

Hasil tes mengindikasikan adanya ketidaksesuaian antara pernyataan tersangka dan fakta yang ditemukan.


Hasil Pemeriksaan Forensik

Dr. Arfi Samsun, pakar forensik dari Universitas Mataram, memaparkan bahwa hasil autopsi menunjukkan adanya tanda kekerasan yang signifikan.

Salah satu temuan utama adalah patahnya tulang lidah korban, yang menjadi indikasi kuat bahwa penyebab kematian adalah cekikan.

“Saat korban berada di dalam air dia masih hidup dan meninggal karena tenggelam yang disebabkan karena pingsan,” kata Arfi dalam konferensi pers, Jumat (4/7/2025).

“Jadi ada kekerasan pencekikan yang utama yang menyebabkan yang bersangkutan tidak sadar atau pingsan sehingga berada di dalam air.”

“Tidak bisa dipisahkan pencekikan dan tenggelam sendiri-sendiri tetapi merupakan kejadian yang berkesinambungan atau berkaitan,” jelasnya.

Dr. Arfi juga menyebut adanya memar pada bagian kepala depan dan belakang korban. Ia menduga kepala korban terbentur benda diam akibat pergerakan keras saat kejadian.

“Kami menemukan luka memar atau resapan darah di kepala bagian depan maupun kepala bagian belakang, kalau berdasarkan teori kepalanya yang bergerak membentur benda yang diam,” imbuh Arfi.


(Tribunnews.com/ adi/ Tribunlombok/ Robby Firmansyah)

Sosialberitafuture

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *