Apa Itu Upacara Abhiseka Cokorda di Bali? Ritual Suci yang Jaga Kekuasaan Puri Ageng Mengwi
pinare.online, DENPASAR
– Upacara Abhiseka Cokorda akan segera diselenggarakan oleh keluarga Puri Ageng Mengwi, namun pertanyaan muncul, apa sebenarnya upacara Abhiseka Cokorda?
Seperti diketahui, sosok mantan Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung, bakal menjalani tradisi upacara Abhiseka Cokorda yang akan berlangsung pada Senin 7 Juli 2025.
Upacara suci dan sakral itu pun akan berlangsung di Pura Taman Ayun, Mengwi, Bali, dengan melibatkan 11 sulinggih atau pendeta.
Menurut beberapa sumber, upacara Abhiseka Cokorda adalah prosesi sakral untuk mengesahkan status seseorang menjadi “Raja” baru di Puri Ageng Mengwi.
Kini dalam usianya yang sudah menginjak 76 tahun, putra tunggal Ida Cokorda Mengwi XII dengan Ida Cokorda Istri, Putri Raja Karangasem itu, merasa telah menunaikan pengabdian melalui berbagai jalur.
Dia tercatat pernah menjabat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Notaris, Bupati Badung dan Anggota DPD RI.
Meski pengabdian lewat jalur pemerintahan dan politik berakhir, namun kewajiban Anak Agung Gde Agung kepada masyarakat, adat, agama dan budaya tidak akan pernah berakhir, bahkan semakin meningkat.
Lebih-lebih sebagai orang yang dituakan, sejatinya Anak Agung Gde Agung telah menjalani ritual “Pawintenan Agung“ di awal bulan Agustus 2005 sebelum dilantik sebagai Bupati Badung.
Pawintenan Agung merupakan upacara penyucian diri untuk membersihkan segala noda dan dosa serta pengukuhan seseorang sebagai pemimpin dalam bidang agama, adat, dan budaya.
Setelah mengikuti ritual Pawintenan Agung, maka seseorang secara resmi memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang agama, adat dan budaya.
Manggala Ageng Prawartaka (Ketua Umum) Kepanitiaan Abhiseka Ida Cokorda I Wayan Subawa menceritakan jika proses Abhiseka berawal dari Paruman Asta Puri.
Hal ini berarti pertemuan keluarga besar puri yang terdiri dari Puri Gede, Puri Selat, Puri Banyuning Bongkasa, Puri Mayun, Puri Anyar, Puri Kamasan, Puri Muncan Kapal, dan Puri Kapal Kaleran di Puri Saren Kauh Kamasan, Sibang, Badung.
Penglingsir Puri Kamasan, I Gusti Agung Gde Dirga mengusulkan agar Anak Agung Gde Agung sebagai Penglingsir Puri Ageng Mengwi segera “Mebhiseka Ratu Ida Cokorda”.
Dalam pertemuan keluarga besar puri itu semua peserta sepakat meminta agar Anak Agung Gde Agung “Mebhiseka Ratu Ida Cokorda”.
Dukungan yang sama juga disampaikan dalam beberapa kali rapat oleh krama atau masyarakat dari 38 desa adat anggota Mangu Kerta Mandala, Kecamatan Mengwi, yang merupakan wadah atau forum bagi seluruh bendesa adat se-Mengwi yang berperan penting dalam menjaga kelestarian adat, agama, dan budaya.
Sementara itu, Anak Agung Gde Agung mengatakan jika Bhiseka yang dilakukan agar bisa meningkatkan kualitas pengabdiannya kepada masyarakat, terutama secara niskala. Sehingga sebagian besar acara Bhiseka itu merupakan acara spiritual.
"Jadi ini untuk meningkatkan pengabdian saya secara niskala ke atas atau leluhur dan secara skala itu di masyarakat," ujarnya.
Diakui sebagai orang kelahiran puri, dirinya harus bisa melaksanakan drasta dan swadarma.
Diakui Puri itu baru bermakna jika sudah bisa melaksanakan tiga hal yakni mengajegkan agama Hindu sesuai dengan drastanya, begitu juga dalam tatanan kehidupan sehari-hari bisa melaksanakan drasta dan sesana puri atau etika moral.
Sementara yang terakhir yakni bisa melaksanakan suadarmaning puri.
"Jadi yang ketiga ini merupakan kewajiban-kewajiban puri. Mulai dari kewajiban skala maupun niskala, sehingga bisa menjaga eksistensinya kepada masyarakat," ucapnya sembari mengatakan, jika semua itu tidak dilakukan, sepertinya puri tidak bermakna puri.
Lebih lanjut pihaknya berharap, acara Abhiseka Cokorda yang dilaksanakan berjalan dengan lancar. Bahkan pihaknya meminta kepada masyarakat terutama asta puri bisa ngerastitiang sehingga prosesi berjalan sesuai dengan harapan. (*)
Budayaberitafuture
