Sebaiknya "Karpet Merah" untuk Black Coffee, Investasi Datang Sendiri

Laporan Fikar W Eda | Aceh Tengah
pinare.online, TAKENGON
– Dalam satu perbincangan di markas Heart Pictures Pejaten Jakarta Selatan, awal Mei 2025, sutradara dan penulis skenario film layar lebar Black Coffee, Jeremias Nyangoen menyampaikan impiannya membawa Gayo ke panggung dunia.
"Doakan semoga terwujud, " katanya penuh semangat.
Ia berharap Black Coffee memiliki kesempatan diputar dan dilaunching di Eropa dan akan membawa serta seluruh kekayaan Gayo kepada publik Eropa, terutama Prancis.
"Kopi Gayo, kain Gayo, seni budaya Gayo dan semua berbau Gayo kita perlihatkan secara penuh kepada dunia," lanjut Jeremias masih dalam semangat yang sama.
Perbincangan petang hingga selepas maghrib dalam iringan hujan deras itu dikuti Asisten Sutradara Black Coffee Ikmal Gopi, Budayawan Gayo Salman Yoga, Aktor Black Coffee yang juga Seniman Didong Kabri Wali.
Saat itulah tercetus ide untuk beraudiensi dengan Menteri Luar Negeri Sugiono, barangkali bisa memfasilitasi harapan membawa Gayo ke panggung Eropa.
Balck Coffee memulai syuting di Aceh Tengah Tanah Gayo pada 5 Juli 2025.
Dua hari sebelumnya aktor utama film ini Reza Rahadian, Sha Ine Febriyanti dan Asmara Abigail sudah tiba di Tanah Gayo.
Melalui Black Coffee, industri perfilman nasional kembali menghadirkan karya yang menjanjikan.
Disahkan melalui Tanda Pemberitahuan Pembuatan Film (TPPF) Nomor: 1286/F3/KB.08.03/TPPF/2025 yang diterbitkan oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, film ini menandai kehadiran Gayo sebagai lokasi syuting utama yang akan menampilkan keindahan alam serta kekayaan budaya kopi Gayo kepada publik nasional dan internasional.
Dengan genre drama kehidupan, Black Coffee tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkenalkan Gayo sebagai wilayah yang sarat makna, rasa, dan cerita.
Film Black Coffee diharapkan menjadi salah satu karya penting yang mengangkat potensi kopi Gayo sebagai warisan budaya dan ekonomi kreatif Indonesia.
Keberadaan film ini juga akan memberikan kontribusi langsung pada sektor pariwisata, UMKM lokal, serta penguatan citra positif daerah di mata publik global.
Lokasi syuting sebelumnya sudah ditinjau dan survey oleh Sutradara Jeremias Nyagoen, kata produser Film Black Coffee Ina Marapati, didampingi Sineas Ikmal Gofi dalam ramah-tamah dengan Bupati Aceh Tengah, di ruang kerjanya pada Rabu (11/6/225).
Sebahagian besar pemain Black Coffee juga anak-anak Gayo yang direkrut dalam satu casting terbuka.
Ada Kabri Wali, Hafiz, Duan Gasac, dan banyak lagi.
Ruang media sosial kemudian dibanjiri informasi tentang Black Coffee, diangkat dari kisah nyata sepasang suami istri petani kopi Gayo.
Sang suami, Onot adalah sorang tuna netra, sang istri, Rabiah juga tuna netra. Onot diperankan Reza Rahadian, Rabiah diperankan Sha Ine Febriyanti.
Keduanya mengelola sendiri kebunnya, memanen dan mendapatkan pendapatan dari kebun.
Jeremias Nyangoen terpesona dengan kisah pasangan suami istri ini.
Peristiwa pertemuan Jeremias dengan Onot dan Rabiah terjadi pada 12 tahun silam.
Lalu pada 2024, Jeremias kembali lagi ke Takengon dan bertemu lagi dengan Onot dan Rabiah.
Kedatangannya kali ini untuk mempersiapkan produksi Black Coffee itu tadi.
Investasi Terpenting bagi Tanah Gayo
Pemerintah Aceh mengidamkan kehadiran investor untuk mendorong kemajuan ekonomi. Berbagai usaha dilakukan. Tak terkecuali Aceh Tengah.
Tapi siapa sangka, investor untuk Tanah Gayo datang sendiri melalui proyek Black Coffee.
Ini merupakan investasi strategis yang sangat penting bagi masa depan Tanah Gayo.
Film ini tidak sekadar proyek hiburan atau sinema semata, melainkan menjadi motor promosi budaya, kopi, dan pariwisata Gayo ke panggung nasional bahkan internasional.
Paling tidak ada beberapa bentuk investasi penting yang dapat diperoleh Tanah Gayo dari kehadiran film ini:
1. Investasi Branding Kopi Gayo sebagai Produk Unggulan Dunia
Film Black Coffee membawa narasi kuat tentang kopi sebagai identitas dan warisan budaya masyarakat Gayo.
Reputasi kopi Arabika Gayo yang telah diakui secara global melalui berbagai sertifikasi (seperti Geographical Indication – GI) semakin diperkuat oleh representasi visual dan emosional dalam film ini.
Dampak langsungnya, brand kopi Gayo akan lebih dikenal tidak hanya sebagai komoditas ekspor, tetapi juga sebagai simbol kualitas, nilai budaya, dan cerita kemanusiaan. Ini membuka peluang peningkatan nilai jual dan ekspansi pasar.
2. Investasi Pariwisata Berbasis Narasi dan Alam
Tanah Gayo yang dikenal dengan bentang alam dataran tinggi, perkebunan kopi, dan danau Lut Tawar akan terekspos luas lewat sinematografi film ini.
Lokasi-lokasi syuting menjadi calon destinasi wisata baru yang diburu penonton dan pecinta film.
Efek jangka panjangnya akan terjadi lonjakan kunjungan wisatawan, lahirnya paket-paket wisata bertema Black Coffee Tour, dan meningkatnya ekonomi lokal melalui penginapan, kuliner, transportasi, dan pemandu wisata.
3. Investasi pada Ekonomi Kreatif dan SDM Lokal
Kehadiran film ini memicu tumbuhnya industri kreatif lokal: keterlibatan seniman Gayo, kru lokal, pelaku UMKM, hingga generasi muda yang tertarik pada dunia perfilman, teater, dan dokumentasi.
Potensi lainnya, anak-anak muda Gayo terinspirasi untuk mempelajari produksi film, menulis skenario, menyutradarai, atau menjadi kreator konten. Ini merupakan investasi jangka panjang pada sumber daya manusia kreatif di daerah.
4. Investasi Identitas Budaya dan Diplomasi Kultural
Black Coffee bukan hanya soal kopi, tapi tentang manusia, tanah, perjuangan, dan cinta. Narasi ini memperkuat identitas budaya Gayo dan memperkenalkannya sebagai bagian penting dari mozaik kebudayaan Indonesia.
Manfaatnya: Gayo menjadi subjek dialog nasional dan internasional. Ini menjadi bentuk soft diplomacy, di mana budaya lokal dijadikan jembatan persahabatan, pendidikan, dan pengakuan global.
5. Investasi Reputasi Gayo dalam Kancah Nasional
Keterlibatan aktor-aktor besar seperti Reza Rahadian memberikan jaminan visibilitas tinggi.
Saat film ini dirilis di bioskop-bioskop utama dan platform digital, Gayo akan menjadi topik hangat, bukan hanya karena keindahannya, tetapi juga karena makna dan cerita yang dibawa.
Dengan semua dampak di atas, kehadiran film Black Coffee adalah tonggak penting dalam pembangunan berbasis budaya di Tanah Gayo.
Film ini adalah investasi tak ternilai, bukan hanya dalam rupiah, tapi dalam kebanggaan, narasi kolektif, dan masa depan yang lebih cerah bagi generasi Gayo mendatang.
Jika difasilitasi secara tepat, film ini bisa menjadi "motor penggerak peradaban Gayo baru"—di mana kopi, budaya, dan kreativitas menjadi poros utama pembangunannya.
Selayaknya, sekali lagi, selayaknya, Black Coffee mendapat karpet merah di tanah Gayo.
Investasi budaya adalah investasi jangka panjang yang akan mendorong sektor-sektor lainnya ikut bergerak. Investasi ini yang dikerjakan para seniman dan penggerak-penggerak bidang budaya.
Seperti yang sudah dan akan terus bergerak, mengisi ruang Tanah Gayo. Semoga Pemerintah Aceh Tengah dan Bener Meriah menangkap pesan ini.
(*)
Ekonomiberitafuture
