Kapus Alu Korban Salah Tangkap di Polman Tak Kenali Kerabat
TRIBUN-SULBAR.COM, POLMAN
– Kepala Puskesmas (Kapus) Alu, Kecamatan Alu, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, Jamaluddin (55), harus menjalani perawatan intensif di RSUD Hajja Andi Depu Polman, Minggu (6/7/2025), usai mengalami luka serius di bagian kepala.
Jamaluddin sebelumnya terlihat dalam insiden ricuh saat proses eksekusi lahan di Desa Katumbagan Lemo, Kecamatan Campalagian, Kamis (3/7/2025).
Ia disebut-sebut menjadi korban salah tangkap oleh aparat kepolisian.
Saudara korban, Awaluddin, menyebut bahwa Jamaluddin tidak terlibat dalam kericuhan, apalagi melakukan pelemparan seperti yang dituduhkan.
Ia bahkan menilai tindakan polisi dalam proses eksekusi itu sebagai brutal dan tidak manusiawi.
"Kami mengecam keras tindakan aparat. Seharusnya bisa dibedakan mana provokator, mana warga biasa. Ini malah main tangkap dan memperlakukan korban secara semena-mena," ujar Awaluddin saat dikonfirmasi Tribun Sulbar.com via telepon Minggu (6/7/2025).
Menurut Awaluddin, kakaknya bahkan harus menjalani operasi kepala pada Jumat (4/7/2025) akibat luka parah yang diderita.
Kondisinya semakin mengkhawatirkan karena hingga kini belum sadarkan diri sepenuhnya.
"Yang paling menyayat hati, sebelum akhirnya tidak sadarkan diri, beliau sempat bingung dan tidak mengenali orang-orang yang datang menjenguknya. Seperti orang yang kehilangan ingatan," tuturnya.
Pihak keluarga berharap ada keadilan bagi Jamaluddin dan meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kejadian ini.
Mereka menuntut pertanggungjawaban dari pihak kepolisian atas dugaan salah tangkap dan kekerasan yang terjadi.
Wagub Sebut Pelanggaran HAM
Wakil Gubernur Sulawesi Barat Salim S Mengga angkat bicara atas dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan oknum kepolisian, saat eksekusi lahan di Desa Katumbagan Lemo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali mandar (Polman), Sulawesi Barat pada Kamis (3/7/2025) lalu.
Ternyata saat menangkap warga yang ikut aksi penolakan, polisi diduga juga salah menangkap Kepala Puskesmas (Kapus) Kecamatan Alu bernama Jamaludin (55).
Jamaluddin diduga juga mendapat kekerasan dari pihak kepolisian, sehingga harus menjalani perawatan intensif di RSUD Hajja Adin Depu Polman, Sabtu (5/7/2025). Bahkan korban juga harus menjalani operasi.
Kejadian itu mengakibatkan Jamaluddin yang juga merupakan ketua PPNI Polman mengalami luka di bagian wajah dan kepala, hingga menjalani operasi yang diduga mendapat tindakan kekerasan.
Salim S Mengga menekankan pentingnya adanya perlindungan terhadap korban serta kejelasan hukum yang adil dan transparan.
“Harus diusut tuntas, ini bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia,” ungkap Salim.
Sebagai bentuk perhatian atas kejadian ini, Wakil Gubernur Sulawesi Barat Salim S Mengga turut prihatin dan mengucapakan empati kepada keluarga korban, serta memberikan bantuan untuk meringankan beban korban yang saat ini dirawat di rumah sakit.
Ia berharap, bantuan terebut dapat meringankan beban korban, dan semoga keluarga korban mendapat ketabahan atas musibah yang menimpanya.
Bantuan yang diberikan oleh wakil Gubernur dikirim langsung ke keluarga korban bernama Awaludin melalui Via transfer sebanyak Rp10 juta.
Sespri Wakil Gubernur Sulbar Ardhy Amanah pun membenarkan adanya bantuan tersebut yang diberikan Wagub Sulbar kepada korban.
Saudara korban, Awaluddin menyebut adanya dugaan salah tangkap terhadap Jamaludin saat proses eksekusi lahan yang berakhir ricuh.
Awaluddin menceritakan korban saat itu berada di lokasi eksekusi lahan lantaran hendak menjaga rumah mertuanya.
"Pak Jamaludin dan mertuanya tidak terkait dengan proses eksekusi itu, namun rumahnya berada di pinggir jalan berjarak dekat di lokasi kejadian eksekusi, jadi Jamaludin ini menjaga itu rumah jangan sampai ada yang rusak," kata Awaluddin kepada wartawan.
Dia menegaskan Jamaludin tidak aktif bergabung bersama warga yang ikut melawan saat eksekusi lahan berujung ricuh.
Awaluddin menegaskan tidak ada foto dan video Jamaludin yang menjadi bukti ikut melempar ke arah polisi.
"Saat itu dia hanya berdiri menonton, tiba-tiba ada polisi yang mengarahkan Jamaludin untuk masuk ke dalam rumah agar tidak terkena lemparan batu," ungkapnya.
Disebutkan Jamaludin berada di dalam rumah saat beberapa polisi masuk mengeledah rumah mertuanya itu.
Jamaluddin yang saat itu berada di dalam rumah kata Alauddin langsung ditangkap dan dibawa ke mobil truk polisi.
Awaluddin menyebut korban sempat dibawa ke Mapolres Polman, saat sore hari, dia dibawa ke rumah sakit lantaran lukanya semakin parah.
Keluarga korban mendapat kabar dari pihak kepolisian langsung mendatangi rumah sakit untuk melihat kondisinya.
"Jadi bagi saya ini semacam salah tangkap, karena saudara saya ini tidak ikut dalam massa yang melawan, bahkan sempat dia mau mengungsi sebelum eksekusi lahan namun diminta menjaga rumah mertuanya," tegas Awaluddin.
Hingga berita ini diterbitkan, belum diperoleh keterangan dari pihak kepolisian soal dugaan adanya salah tangkap terhadap Kapus Alu Jamaluddin.
Sebelumnya diberitakan, Polres Polewali Mandar (Polman) mengamankan 37 warga saat proses eksekusi lahan berujung ricuh di Desa Katumbagan Lemo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polman, Sulawesi Barat (Sulbar), Kamis (3/7/2025).
Proses jalanya eksekusi lahan perkebunan dan tujuh rumah ini sempat diwarnai kericuhan.
Sepuluh petugas kepolisian dari Polres Polman alami sejumlah luka akibat lemparan batu.
Warga melawan petugas merupakan tergugat, mencoba mempertahankan lahan perkebunan dan tujuh rumah.
Mereka memberikan perlawanan dengan cara memblokade jalan, memasang kayu lalu dibakar hingga melempar batu dan bom molotov.
Kapolres Polman, AKBP Anjar Purwoko mengatakan sebanyak 307 personel diterjunkan dalam pengamanan ekseskusi lahan.
"Ada aksi perlawanan dari massa pihak termohon, yang masih mempertahankan diri di atas aset yang merasa dia miliki padahal sudah kalah dalam proses hukum yang inkrah," terang Anjar Purwoko kepada wartawan.
Dia menjelaskan sengketa lahan antara dua warga ini telah berproses di Pengadilan Negeri (PN) Polewali sejak 1997.
Pemohon telah memenangkan tanah tersebut lewat putusan inkrah usai keluarnya hasil kasasi.
Anjar menyebut butuh waktu sekitar empat jam untuk dapat meredam perlawanan warga atau tergugat.(*)
Sosialberitafuture
