Connect with us

News

SMA Swasta di Bandung Cuma Dapat 12 Pendaftar, Apa Pengaruh Kebijakan Dedi Mulyadi?


BANDUNG, pinare.online

— Sejumlah sekolah swasta mengkhawatirkan kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menaikkan jumlah rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri berimbas kepada mereka.

Seperti diketahui, Dedi Mulyadi mengatakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menaikkan rombel di sekolah negeri, dari sebelumnya 36 menjadi 50 siswa per kelas.

"Kebijakan penambahan rombel dari 36 siswa menjadi 50 siswa di sekolah negeri ini seperti memadamkan nasib guru sertifikasi di sekolah swasta," ujar Kepala SMA Pendidikan Membangun Bangsa (PMB), Nurlaela dikutip dari Tribun Jabar, Senin (7/7/2025).

Nurlaela menceritakan keterkaitan rombel sekolah negeri dengan Nasib guru sertifikasi.

Saat ini, SMA PMB di Jalan Arcamanik, Kota Bandung, hingga akhir pekan lalu baru menerima pendaftaran 12 calon siswa baru.

Jumlah ini jauh di bawah harapan pihak sekolah, yang biasanya menerima puluhan siswa setiap tahun ajaran.

Nurlaela khawatir dampak minimnya siswa baru akan memengaruhi kinerja guru, terutama yang sudah mengantongi sertifikasi.

"Kami baru menerima 12 murid baru, dan pasti akan kesulitan bagi guru yang sertifikasi untuk memenuhi target kinerjanya," tutur dia.

Kewajiban Guru Sertifikasi

Menurut Nurlaela, di sekolahnya terdapat enam guru bersertifikasi. Berdasarkan aturan, mereka wajib mengajar minimal 24 jam per minggu untuk memenuhi beban kerja.

Namun, dengan jumlah siswa yang sangat sedikit, sulit bagi sekolah untuk memenuhi jam mengajar yang diperlukan.

"Tugas sebagai wali kelas, pembina ekstrakurikuler, pembina OSIS, hingga lainnya bobotnya hanya dua jam. Tidak mungkin semua tugas itu hanya diberikan kepada satu guru," jelasnya.

Karena itu, para guru bersertifikat terpaksa mencari tambahan jam mengajar di sekolah lain. Namun, menurut Nurlaela, kondisi sekolah swasta lain di Bandung pun serupa, sehingga tak mudah bagi guru untuk mendapatkan jam tambahan.

"Kan, sekolah (swasta) yang lain juga kondisinya sama-sama kekurangan murid baru, sehingga tidak mudah untuk mencari jam mengajar tambahan ini," katanya.

Imbas Kebijakan Dedi Mulyadi?

Nurlaela menduga minimnya pendaftar di SMA PMB tahun ini tak lepas dari kebijakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi yang menaikkan jumlah rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri, dari 36 menjadi 50 siswa per kelas.

Tahun lalu, SMA PMB masih menerima pendaftaran puluhan siswa baru hingga cukup untuk membentuk dua rombel. Namun, tahun ini hanya 12 calon siswa yang mendaftar, padahal tahun ajaran baru sudah di depan mata.

Ia berharap ada solusi yang bisa menyelamatkan nasib guru-guru swasta yang kini kesulitan memenuhi target kerja karena minim siswa. Selain itu, Nurlaela juga berharap orangtua murid tetap mempertimbangkan kualitas pendidikan di sekolah swasta yang tetap kompetitif.

"Kondisi ini membuat kami cukup sedih. Kami berharap ada jalan keluar supaya para guru tetap bisa menjalankan tugasnya dengan baik," beber dia.

Alasan Dedi Mulyadi Tambah Rombel: Darurat

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menyampaikan alasan penambahan rombel dari 36 menjadi 50. Hal itu merupakan komitmen pemerintah dalam memberikan pendidikan kepada seluruh warga.

Dedi menjelaskan, Negara meminta rakyatnya untuk sekolah, maka sudah menjadi tugas pemerintah menyediakan fasilitas dan kemudahan untuk warganya mendapat pendidikan.

“Negara tidak boleh menelantarkan warganya, sehingga tidak bersekolah, jangan sampai warga mendaftar capek-capek ingin sekolah, tapi negara tidak memfasilitasi, maka saya sebagai Gubernur Jabar bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak di Jabar, saya tidak menginginkan anak-anak Jabar putus sekolah,” ujar Dedi.

Dikatakan Dedi, dalam kebijakannya maksimal 50 siswa dalam satu rombel.

Artinya, setiap kelas bisa menerima 30, 35 atau 40 siswa. Pertimbangan penambahan rombel itu, kata dia, berdasarkan ketersediaan sekolah di suatu daerah dan kemampuan ekonomi warganya.

Misalnya, kata dia, di suatu daerah terdapat siswa yang tidak keterima masuk SMA/SMK Negeri terdekat dan karena ketidakmampuan ekonomi, tidak sanggup sekolah ke SMA swasta, sehingga membuat warganya putus sekolah.

“Tidak mampu itu bukan hanya tidak mampu membayar setiap bulan. Bisa saja dia membayar setiap bulan Rp200 atau Rp300 ribu. Tetapi misalnya dia berat diongkos menuju sekolahnya, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil kebijakan, daripada tidak sekolah, dia lebih baik sekolah walaupun di kelasnya 50 siswa,” katanya.

Tapi, itu baru awal. Ke depan, pada semester berikutnya Pemprov Jabar membangun ruang kelas baru dan bisa menurunkan jumlah rombel siswanya.

“Kenapa cara ini dilakukan, karena darurat. Kenapa darurat, karena daripada rakyat tidak sekolah lebih baik sekolah, daripada mereka nongkrong di pinggir jalan kemudian berbuat sesuatu yang tidak sesuai usianya, lebih baik dia sekolah walaupun sederhana, itu prinsip saya,” ucapnya.

Selain itu, Jabar adalah Provinsi dengan angka putus sekolah yang sangat tinggi, sehingga kebijakan penambahan rombel ini diharapkan dapat menurunkan angka tersebut.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat per November 2024, terdapat 658.831 anak di Jawa Barat yang tidak bersekolah.

Angka ini mencakup anak yang putus sekolah (drop out) 164.631 anak, lulus tapi tidak melanjutkan 198.570 anak dan yang belum pernah bersekolah sama sekali 295.530 anak.

Dedi pun meminta agar sekolah Negeri di Jawa Barat harus mau menampung siswa yang mendaftar demi mencegah putus sekolah.

“Sekolah negeri yang dimaksud adalah SMA dan SMK Negeri yang merupakan kewenangan Pemprov Jabar, semoga kebijakan ini bisa mencegah masyarakat Jabar untuk tidak putus sekolah,” pungkasnya.


Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul
Kisah Pilu SMA Swasta di Kota Bandung, Ada yang Baru Terima 12 Calon Murid Baru

Pendidikanberitafuture

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *