Connect with us

News

Ombudsman Sumbar Periksa Dugaan Monopoli Seragam Sekolah, Tuntut Hukum Jika Terbukti


pinare.online, PADANG –

Dugaan monopoli dalam pengadaan seragam sekolah kembali mengemuka di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Praktik tersebut dinilai tidak hanya melanggar aturan administratif, namun juga memiliki potensi untuk masuk ke ranah pidana.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat, Adel Wahidi, Senin (7/7/2025).

Menurut Adel, praktik yang mengarahkan pembelian seragam hanya pada satu pihak tertentu di sekolah sudah berlangsung cukup lama.

Namun, baru belakangan ini mulai terkuak, termasuk melalui laporan dari sejumlah pedagang yang merasa dirugikan akibat adanya pengaturan tersebut.

“Fenomena seperti ini sebenarnya sudah lama terjadi, namun baru mulai terungkap. Selama setahun terakhir kami telah meminta Dinas Pendidikan Provinsi, Kota Padang, dan Kemenag untuk mengeluarkan surat edaran yang melarang praktik semacam ini,” terangnya.

Ia menjelaskan bahwa tanggung jawab pengadaan seragam sejatinya berada di tangan orang tua siswa, bukan pihak sekolah.

Adel menyebutkan hal itu sejalan dengan Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022, yang hanya menetapkan spesifikasi seragam dan tidak mengatur tentang bagaimana seragam itu harus dibeli.

Selain itu, lanjut Adel, PP Nomor 17 Tahun 2010 secara tegas melarang pihak sekolah, guru, maupun organisasi di sekolah menjual seragam atau buku kepada siswa.

“Pihak sekolah, siapa pun yang bertindak atas nama sekolah, tidak punya kewenangan atau legalitas untuk terlibat dalam urusan bisnis seragam. Itu jelas sebuah pelanggaran,” katanya.

Adel juga menyoroti potensi kerugian publik dari praktik ini. Dalam satu tahun ajaran, sebuah sekolah dengan 400 sampai 500 siswa baru bisa menghasilkan nilai pengadaan seragam hingga Rp600 juta sampai Rp700 juta.

“Jumlah uang publik yang terlibat tidak kecil. Kalau tidak dikelola secara transparan dan akuntabel, ini bisa jadi celah penyalahgunaan dan masuk ke wilayah pidana,” ucapnya.

Lebih jauh, Ombudsman juga menemukan bahwa harga seragam yang dibeli melalui jalur sekolah justru jauh lebih tinggi dibandingkan harga pasar.

Menurut laporan dari pedagang, kondisi ini merugikan konsumen dalam hal ini orang tua siswa dan menunjukkan adanya dugaan motif bisnis.

“Jika harganya jauh lebih mahal dan pembelian diarahkan hanya ke satu vendor, itu tidak lagi soal kemudahan, tapi sudah jadi motif ekonomi. Itu jelas tak diperbolehkan,” tegas Adel.

Terkait informasi adanya keterlibatan mantan pejabat Dinas Pendidikan dalam bisnis seragam tersebut, Ombudsman menyatakan bahwa hingga kini belum ada bukti kuat untuk membuktikannya.

Namun, jika nantinya ditemukan indikasi yang cukup, maka penegakan hukum akan menjadi langkah selanjutnya.

“Kami telah mendengar isu itu, tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang mendukung. Jika ada perkembangan, tentu akan menjadi urusan aparat penegak hukum,” ujarnya.

Adel menambahkan bahwa surat edaran yang telah diterbitkan seharusnya menjadi acuan bagi seluruh sekolah untuk menghentikan keterlibatan dalam pengadaan seragam. Bila pelanggaran masih terjadi, maka penegakan hukum adalah langkah yang tak terelakkan.

“Kami sudah beri ruang untuk perbaikan. Bila tetap dilanggar, ini sudah bukan soal maladministrasi lagi, tapi bisa menjadi ranah pidana,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah perwakilan pedagang pakaian seragam sekolah di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), mendatangi Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sumbar pada Jumat (4/7/2025).

Kedatangan mereka untuk menyampaikan keluhan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumbar, Barlius, terkait lesunya penjualan seragam sekolah menjelang tahun ajaran baru.

Keluhan tersebut berkaitan dengan adanya temuan para pedagang bahwa sejumlah sekolah di Kota Padang diduga bekerja sama dengan salah satu vendor dalam pengadaan seragam sekolah, seperti seragam putih abu-abu hingga seragam pramuka.

Akibat kerja sama itu, para pedagang mengaku mengalami penurunan pendapatan yang signifikan.

Padahal, momen tahun ajaran baru seharusnya menjadi waktu yang menguntungkan bagi mereka.

"Ini sudah berlangsung lama, dari tahun ke tahun terus seperti ini. Sudah berjalan selama tujuh tahun," ujar Mas Zahira, salah satu perwakilan pedagang, saat ditemui pinare.onlinedi Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sumbar.

Menurutnya, sejumlah sekolah telah menjalin kerja sama langsung dengan vendor tertentu yang menyediakan seragam bagi para siswa.

Hal tersebut membuat para pedagang di pasar dan toko kehilangan pembeli.

"Dampaknya, penjualan kami sangat lesu. Padahal momen tahun ajaran baru adalah waktu kami mencari untung untuk membayar gaji karyawan dan menutupi biaya operasional lainnya," keluhnya.

Mas Zahira juga menegaskan bahwa jika tidak ada kebijakan tegas dari Dinas Pendidikan, keberlangsungan usaha para pedagang seragam sekolah lokal terancam.

"Kalau terus seperti ini, UMKM yang bergerak di bidang penyediaan seragam sekolah bisa gulung tikar. Usaha yang bertahan hanyalah milik mereka yang punya modal besar atau yang memiliki koneksi langsung dengan pejabat," ujarnya.

Ia pun meminta Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Barlius, agar mengarahkan sekolah-sekolah untuk membeli seragam siswa di pasar atau toko lokal yang ada di Kota Padang.

"Harapan kami, ke depan pengadaan seragam diarahkan agar dilakukan melalui pasar. Supaya ada perputaran uang di kalangan pedagang lokal. Kalau hanya satu vendor yang ditunjuk, itu sama saja dengan monopoli, dan pedagang kecil akan mati karena tak ada pemasukan," tambahnya.

Menanggapi keluhan para pedagang, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Barlius, menyatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat edaran terkait pengadaan seragam sekolah pada 6 Mei 2025 lalu.

Dalam edaran tersebut, sekolah hanya diperbolehkan menyediakan seragam khas sekolah, seperti seragam olahraga, batik sekolah, dan atribut khusus yang tidak tersedia di pasaran.

"Terkait laporan pedagang mengenai turunnya transaksi, kami sudah keluarkan edaran sejak 6 Mei lalu. Dalam edaran itu, koperasi sekolah hanya boleh menyediakan seragam olahraga, batik, dan atribut sekolah," tegas Barlius saat ditemui pinare.onlinedi ruang kerjanya.

Sedangkan, untuk seragam putih abu-abu dan pramuka, dipersilahkan untuk dibeli di pasar dan bukan lewat vendor tertentu.

Ia menambahkan, sekolah seharusnya tidak mengarahkan orang tua siswa membeli seragam di sekolah atau lewat vendor tertentu.

"Biarkan orang tua siswa membeli seragam putih abu-abu dan Pramuka di pasar. Tidak boleh sekolah memaksa atau mengarahkan ke satu tempat saja," katanya.

Barlius juga menyampaikan bahwa pihaknya akan kembali mempertegas imbauan kepada sekolah-sekolah agar tidak menyediakan seragam melalui vendor.

"Kami tidak ingin ada lagi sekolah yang menyediakan seragam putih abu-abu dan Pramuka, apalagi mengarahkan pembelian ke vendor tertentu. Kalau itu terjadi, sama saja surat edaran yang kami buat tidak dipatuhi," tutupnya.


(pinare.online/Fajar Alfaridho Herman/Muhammad Afdal Afrianto)

Pendidikanberitafuture

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *