Connect with us

News

Pejabat AS Umumkan Kemenangan Negosiasi Tarif dengan India, Indonesia Kapan?


pinare.online

– Ketua Dewan Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Stephen Miran mengungkapkan kabar baik perkembangan negosiasi tarif impor antara pemerintah Amerika Serikat (AS) dengan Uni Eropa dan India.

Miran menyatakan, negara-negara lain perlu membuat kesepakatan hasil negosiasi untuk memperoleh tarif yang lebih rendah.

"Saya mendengar hal-hal baik tentang pembicaraan (tarif) dengan Eropa. Saya mendengar hal-hal baik tentang pembicaraan dengan India," kata Miran dilansir Reuters, Senin (7/7/2025)

"Jadi saya berharap sejumlah negara yang sedang dalam proses membuat konsesi tersebut, mungkin akan melihat tanggalnya (penerapan tarif) diundur," lanjutnya.

Sementara itu, Kepala Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih, Kevin Haseet mengungkapkan, masih ada kesempatan kepada negara-negara yang melakukan negosiasi tarif secara sungguh-sungguh.

Salah satunya, tenggat waktu untuk batas negosiasi tarif yang mundur dari jadwal 9 Juli 2025 waktu AS.

"Ada tenggat waktu, dan ada hal-hal yang sudah dekat, jadi mungkin hal-hal akan mundur melewati tenggat waktu," kata Hassett.

Ia menambahkan, keputusan untuk memberikan tenggat waktu juga berdasarkan persetujuan Presiden Donald Trump.

Di sisi lain, Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada Minggu (6/7/2025) mengatakan, beberapa pengumuman besar tentang perjanjian perdagangan dapat dilakukan dalam beberapa hari ke depan.

Bessent juga menyinggung soal kemajuan yang baik dalam pembicaraan tarif antara AS dengan Uni Eropa.

Ia juga bilang, Presiden Trump akan mengirimkan surat kepada 100 negara kecil yang tidak memiliki banyak hubungan dagang dengan AS.

Tujuannya memberi tahu mereka soal pengenaan tarif seperti yang ditetapkan pada 2 April 2025.

"Presiden Trump akan mengirim surat kepada beberapa mitra dagang kami yang mengatakan bahwa jika Anda tidak bergerak maju, maka pada tanggal 1 Agustus Anda akan kembali ke tingkat tarif 2 April. Jadi saya pikir kita akan melihat banyak kesepakatan dengan sangat cepat," kata Bessent.

Bessent menambahkan, pemerintahan Trump berfokus pada 18 mitra dagang penting yang menyumbang 95 persen defisit perdagangan AS.

Namun, ia menyatakan ada "banyak penundaan" di antara negara-negara tersebut dalam menyelesaikan kesepakatan perdagangan.

Pemerintah Indonesia masih berusaha rayu AS

Sementara itu, pemerintah Indonesia masih berjibaku melakukan sejumlah langkah untuk meredam dampak tarif Trump jilid dua terhadap ekspor nasional.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Indonesia telah menyampaikan "second offer" kepada Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) dan menempatkan tim negosiator di Washington DC.

Dokumen tambahan pun disiapkan untuk memperkuat posisi tawar Indonesia.

“Second offer ini sudah diterima oleh USTR dan sudah di-review. Tentu kita tinggal menunggu feedback apakah masih ada masukan tambahan terkait dengan proses negosiasi,” kata Airlangga di Jakarta, Rabu (2/7/2025).

Pemerintah menargetkan penandatanganan kesepakatan dagang senilai 34 miliar dollar AS atau sekitar Rp 561 triliun pada Senin (7/7/2025).

Kesepakatan itu mencakup impor energi dari AS serta investasi AS di sektor energi dan pertanian Indonesia.

“Ini menunjukkan bahwa pemerintah, regulator, BUMN, dan swasta bersatu dalam merespons pengenaan tarif resiprokal oleh AS,” ucap Airlangga, Kamis (3/7/2025).

Sebelumnya, Indonesia telah menawarkan penghapusan hampir seluruh bea masuk terhadap produk AS, termasuk untuk impor gandum senilai 500 juta dollar AS atau sekitar Rp 8,25 triliun.

Strategi ini digunakan sebagai upaya menjaga hubungan dagang dan menghindari balasan tarif yang tinggi.

“Ekspor utama AS akan dikenakan tarif mendekati nol, tapi itu juga bergantung pada berapa besar tarif yang bisa kita dapat dari mereka,” ujar Airlangga.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Energi Nasional Mari Elka Pangestu berharap Indonesia bisa mendapatkan perlakuan tarif lebih baik dibanding Vietnam yang telah berhasil menurunkan tarif dari 46 persen menjadi 20 persen.

“Semoga (bisa lebih rendah dari Vietnam)… kita berharap bisa menyelesaikan negosiasinya sebelum 8 Juli. … Kayaknya susah untuk dapat 0 persen. … jika bisa dapat 10 persen itu jauh lebih baik tentunya dari 20 persen,” kata Mari Elka.

Ekonomiberitafuture

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *