Connect with us

News

Pertemuan Hangat Prabowo dengan Presiden Brasil, Kasus Juliana Marins Jadi Adem


pinare.online

– Inilah momen Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan presiden Brasil Lula.

Keduanya bahkan terlihat akrab. Apalagi saat itu Presiden Brasil merangkul erat Prabowo Subianto.

Pemasangan itu membuat kasus Juliana Marins yang terlalu digadang-gadang seakan hancur seketika.

Bahwa info Brasil yang mengkritik keras Indonesia terkait dengan kematian Juliana Marins di Gunung Rinjani hanya kabar yang dihebohkan di media sosial.

Kenyataannya Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Brasil malah akrab. Tidak ada sentimen apapun.

Beredar informasi bahwa kedua kepala negara itu diperkirakan akan berbicara juga soal Juliana Marins.

Meski belum ada kejelasan apakah keduanya benar-benar akan berbicara soal wanita pendaki itu.

Disambut Hangat Lula

Presiden RI Prabowo Subianto tiba di arena Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 dan disambut oleh Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva.

Disiarkan oleh kanal YouTube Prabowo Subianto, Minggu (6/7/2025), mobil Prabowo berhenti di gedung arena KTT BRICS, di Rio de Janeiro.

Prabowo turun dari mobil sedan hitam dengan bendera Merah Putih di ujungnya itu.

Terlihat Prabowo mengenakan setelah jas dan peci hitam, berjalan melintasi karpet merah yang dijaga oleh pasukan Brasil yang memegang tombak.

Sesampainya di ruangan, ada Presiden Lula yang menunggu Prabowo.

Prabowo menjura ke arah Lula. Keduanya bersalaman.

Pelukan hangat dilakukan Prabowo dan sahibulbait. Suara jepretan kamera terdengar.

Prabowo dan Lula berfoto sambil berjabat erat di depan latar bertuliskan BRICS Brazil 2025 itu.

Seluruh kegiatan utama KTT BRICS yang mengusung tema "Strengthening Global South Cooperation to a More Inclusive and Sustainable Governance”.

Sejak 1 Januari 2025, Indonesia resmi menjadi anggota penuh BRICS, forum kerja sama global yang awalnya dibentuk Brazil, Rusia, India, dan China pada 2009.

BRICS juga beranggotakan Afrika Selatan sejak 2010, diikuti Ethiopia, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi pada 2024.

Dilansir ANTARA, sejak bergabung dengan BRICS, Indonesia sudah berpartisipasi pada 165 pertemuan, termasuk 20 pertemuan tingkat kementerian.

Terlalu Didramatisir

Kematian Juliana Marins, pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani benar-benar telah menyita perhatian publik.

Panjangnya drama kematian Juliana juga membuat bnayak orang jengah. Apalagi kasus itu sampai di bawa ke pengadilan Internasional.

Dan yang terbaru, disebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto sampai turun tangan dan disebut akan bertemu dengan presiden Brasil.

Tujaunnya adalah salah satunya membicarakan soal peristiwa Juliana Marins. Tak hanya itu, apakah Presiden Prabowo juga akan mendatangi rumah keluarga Juliana Marins?

Kabar tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyebut, Presiden Prabowo Subianto kemungkinan bakal membahas insiden meninggalnya Juliana Marins dengan Presiden Brasil di sela pertemuan negara-negara anggota BRICS.

Diketahui, Prabowo melakukan lawatan ke Brasil karena dijadwalkan tampil pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) pada 6–7 Juli di Rio De Janeiro.

"Kita dengarlah nanti, mungkin ada pembicaraan di sela-sela pembicaraan bilateral antara Presiden Prabowo dan Presiden Brasil akan dikemukakan," kata Yusril dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (4/7/2025), dikutip dari Antaranews.

Namun, Yusril mengatakan, Pemerintah Indonesia belum pernah menerima surat atau nota diplomatik dari Pemerintah Brazil yang mempertanyakan insiden wafatnya Juliana Marins usai jatuh di jalur pendakian Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 26 Juni 2025.

Menurut Yusril, Pemerintah Brasil hanya mengirimkan pesawat Angkatan Udara-nya ke Bali untuk membawa jenazah Juliana Marins pulang ke Brasil dan tidak ada komplain ataupun pertanyaan tentang kasus tersebut.

Selain itu, dia meluruskan bahwa rencana proses hukum terkait meninggalkan Juliana Marins tidak berasal dari Pemerintah Brasil, melainkan dari Federal Public Defender’s Office of Brazil (FPDO) yakni lembaga independen seperti Komnas HAM.

"Yang ada statement yang dikeluarkan oleh FPDO lembaga independen yang memantau dan menyelidiki laporan pelanggaran HAM jadi statusnya itu sama seperti Komnas HAM yang ada disini, jadi bukan pemerintah Brasil," ujarnya.

Namun, Yusril mengatakan, Indonesia tidak bisa dituntut ke Inter-American Commission on Human Rights (IACHR) seperti yang disampaikan FPDO. Sebab, Indonesia bukan bagian dari anggota IACHR.

"Maka kami ingin menegaskan bahwa Indonesia bukanlah pihak dalam konvensi HAM di Amerika Latin itu dan juga Indonesia bukan anggota dari komisi itu," katanya.

Lebih lanjut, Yusril memaklumi bahwa keluarga Juliana sedang sedih dan berduka atas meninggalnya salah satu anggota mereka.

Yusril juga memahami tugas FPDO yang fokus terhadap HAM, layaknya Komisi Nasional (Komnas) HAM di Indonesia.

Meski terdapat potensi pembicaraan Presiden Prabowo dengan Presiden Brasil terkait insiden Juliana, Menko Yusril menuturkan kemungkinan Prabowo bertemu dengan FPDO sangat kecil karena tidak pada levelnya

"Tapi, kalau Presiden mau bertemu keluarga Juliana saya belum tahu. Itu pribadi ya dan kami belum menerima ada permintaan seperti itu,” ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Brasil melalui Kantor Pembela Umum Federal (DPU) membuka kemungkinan untuk menempuh jalur hukum internasional terkait kematian Juliana Marins karena terjatuh di jalur pendakian Gunung Rinjani.

DPU pada Senin (30/6/2025) mengajukan permintaan resmi kepada Kepolisian Federal (PF) untuk menyelidiki kemungkinan adanya unsur kelalaian dari otoritas Indonesia dalam insiden tersebut.

Jika ditemukan indikasi pelanggaran, Brasil tidak menutup kemungkinan akan membawa kasus ini ke forum internasional seperti Komisi Antar-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (IACHR).

“Kami sedang menunggu laporan yang disusun oleh otoritas Indonesia. Setelah laporan itu diterima, kami akan menentukan langkah hukum berikutnya,” ujar Taisa Bittencourt, Pembela HAM Regional dari DPU.

Setibanya jenazah Juliana Marins di Brasil pada Selasa, 1 Juli 2025, keluarga segera meminta dilakukan otopsi ulang untuk memastikan waktu dan penyebab kematian secara akurat.

Permintaan ini dikabulkan oleh pemerintah federal dan dijadwalkan berlangsung di Institut Medis Legal (IML) Rio de Janeiro pada hari yang sama.

Menurut DPU, pemeriksaan ulang tersebut sangat penting untuk mengklarifikasi dugaan bahwa Juliana Marins mungkin tidak mendapatkan pertolongan memadai setelah kecelakaan terjadi.

“Otopsi kedua ini adalah permintaan dari keluarga. Kami akan mendampingi mereka sesuai hasil laporan dan keputusan yang akan diambil,” ujar Taisa Bittencourt.

Terlalu Berlebihan

Terlalu berlebihan, kematian Juliana Marins pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani makin didramatisir.

Hal itu yang menjadikan cerita kematian Juliana Marins seakan-akan sudah jauh dari konteksnya. Parahnya netizen malah menjadikan kematian Juliana Marins sebagai ajang mengintimidasi dan memojokkan.

Salah satu sosok yang terkena imbas yakni Ali MUsthofa. Guide yang mendampingi Juliana Marins dan teman-temannya kala melakukan pendakian.

Dan Ali mengaku sudah jengah dengan tuduhan yang diarahkan kepadanya. Ali kemudian memberkan bagaimana fakta sebenarnya yang terjadi

Ya, ‘Drama’ di balik kematian pendaki asal Brasil Juliana Marins (26), masih terus berlanjut.

Terbaru, Ali Musthofa guide alias pemandu Juliana Marins saat mendaki Gunung Rinjani, Lombok, NTB, menjadi sasaran kemarahan warganet.

Ia menjadi orang yang disalahkan atas kematian Juliana Marins.

Ali geram lantaran merasa dipojokkan dalam kasus ini.

Dia menuding, orang-orang yang menuduhnya tidak mengetahui kronologi sebenarnya.

“Banyak yang gak tahu kronologinya dan asal angkat bicara."

"Saya lihat komen-komen ada yang menyalahkan saya," katanya, dikutip dari TribunLombok.com, Sabtu (5/7/2025).

Kronologi kejadian versi Ali

Ali membeberkan kronologi awal pertama kali bertemu Juliana Marins hingga berujung insiden tragis.

Semua bermula ketika Ali menjemput Juliana Marins beserta rombongan lainnya pada Kamis (19/6/2025) malam.

Total ada 6 orang termasuk korban yang berencana melakukan pendakian.

“Kita jemput di penginapan," jelasnya singat.

Ali melanjutkan, satu hari sebelum pendakian, dirinya sudah memberikan briefing kepada rombongan Juliana Marins.

Mereka diberi pengetahuan terkait rute hingga medan di Gunung Rinjani.

Ali juga memastikan, Juliana Marins dalam kondisi sehat sebelum mendaki.

Korban sudah menjalani medical cek up.

Singat cerita, pendakian dimulai pada Jumat (20/6/2025) pukul 07.00 Wita.

Rombongan berangkat dari penginapan menuju pos registrasi di Resort Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, NTB.

Ali mengaku perjalanan dari Jumat pagi hingga Sabtu berjalan sebagaimana mestinya.

Kejadian nahas terjadi ketika rombongan dalam perjalan menuju puncak Gunung Rinjani.

Lokasi persisnya di kawasan Cemara Nunggal.

Juliana Marins yang posisinya paling belakang tiba-tiba menghilang.

Ia baru menyadari korban jatuh lewat sorotan senter yang dibawa korban.

“Kejadiannya pada sabtu pagi, saya taruh tas dan mencari dia dan lihat posisi senter di tebing,” aku Ali.

Juliana Marins diketahui terjatuh ke jurang sedalam ratusan meter.

Posisinya sempat terekam drone milik pendaki lain.

Juliana Marins ketika itu masih bisa bergerak dan berteriak minta tolong.

Sayangnya takdir berkata lain, ia dinyatakan meninggal dunia.

Jenazah Juliana Marins berhasil divakuasi petugas Rabu (25/6/2025) malam, yang kini telah diterbangkan ke negara asalnya.

Berujung berurusan dengan polisi

Buntut tewasnya Juliana Marins, membuat Ali harus berurusan dengan polisi.

Ia dipanggil Polres Lombok Timur guna dimintai keterangan.

Belum bisa memastikan akankah ada tersangka dalam kasus ini.

“Masih dalam tahap pemeriksaan untuk mengumpulkan keterangan saksi,” ucap Kapolres Lombok Timur, AKBP I Komang Sarjana, dikutip dari TribunLombok.com.

Selain Ali, ada warga negara asing turut dimintai keterangan.

AKBP Komang juga membuka peluang akan memanggil pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR).

“Masih dalami dulu kita liat pemeriksaan awal dari porter guide dan warga negara asing, kalau ada keterangan mengarah kita akan dalami,” tandasnya.

Ali kena blacklist sementara waktu

Pemandu atau guide yang mengantar pendaki asal Brasil, Juliana Marins, ke Gunung Rinjani terkena blacklist untuk sementara waktu.

Jadi, untuk sementara, pemandu wisata itu tidak diperkenankan mengantar pendaki ke puncak tertinggi di Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut.

Guide itu masuk daftar hitam setelah Juliana yang jatuh di jurang Cemara Nunggal Gunung Rinjani.

"Iya, kalau blacklist untuk sementara sambil proses berjalan," kata Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Yarman, setelah menghadiri acara Bincang Kamisan di Kantor Pemprov NTB, Kamis (3/7/2025), dilansir Kompas.com.

Yarman mengatakan pihaknya belum memutuskan berapa lama sanksi blacklist pada guide tersebut diberlakukan.

Saat ini diketahui ada sebanyak 661 guide yang ada di Rinjani dan baru 50 persen yang memiliki lisensi.

Yarman belum bisa memastikan apakah pemandu Juliana itu memiliki lisensi, jadi dia akan mengeceknya terlebih dahulu.

"Separuh sudah dapat lisensi, tapi dalam proses ke depan kita sudah persiapkan bersama-sama dengan teman-teman dari Dinas Pariwisata untuk proses lisensi," kata Yarman.(*)

Sosialberitafuture

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *